Kendati hobi saya main sepak bola bersama teman-teman, bukan berarti saya tumbuh menjadi anak yang nakal. Justru saya adalah tipe anak yang patuh kepada orangtua. Saya tak pernah merepotkan orangtua dan selalu menuruti apa yang diperintahkan Ayah dan Ibu.
Namun sebagai anak lelaki, saya merasa sangat dekat dengan Ibu. Tapi bukan berarti jauh dengan Ayah. Lantaran pekerjaan Ayah sebagai pedagang, kami jadi lebih jarang bertemu. Beliau sibuk bekerja sehingga saya lebih sering bersama Ibu di rumah.
Bagi saya, Ibu adalah sosok lembut yang penuh kasih sayang. Dari Ibu pula lah saya mendapatkan nilai kehidupan, yang saya rasakan betul manfaatnya sampai kini. Banyak hal yang ditanamkan Ibu kepada anak-anaknya, misalnya soal ketaatan menjalankan ibadah, melarang keras anak-anaknya merokok, mengatur jadwal tidur, sampai memberikan asupan makanan yang bergizi.
Saya merasa sangat beruntung dilahirkan di dalam keluarga yang kondisi ekonominya serba cukup, meski tak berlebihan. Saya masih ingat sekali, saat masih SD, kedua orangtua sudah memiliki tiga truk pribadi dan sebuah toko di pasar.
Masuk Klub PS Makudum
Nah, bila semasa SD saya masih main sepak bola secara asal-asalan, sejak di bangku SMP saya mulai menekuni dunia sepak bola secara serius. Oleh karena kemampuan saya dalam bermain sepak bola cukup menonjol, ketika ada petandingan antarpemuda daerah pada perayaan 17 Agustus-an, saya sudah diajak bertanding. Padahal, ketika itu saya masih jadi pemain usia termuda, sementara yang lainnya sudah remaja dewasa.
Ada satu pengalaman yang tak bisa saya lupakan dalam suatu pertandingan. Pernah ketika bertanding saya ditendang oleh seorang pemain. Saking kerasnya tendangan itu, sampai-sampai saya terpental sejauh satu meter. Saya sebetulnya tak masalah, sebab setelah itu saya langsung bangkit untuk kembali mengejar bola. Namun Ayah yang menonton dari tepi lapangan tak terima saya ditendang. Beliau marah-marah kepada pemain yang menendang saya. Ha ha ha...
Saya semakin mendapatkan pengetahuan bermain sepak bola dengan baik ketika masuk SMAN 2 Padang. Tak sekadar bermain, ketika itu saya sudah mendapatkan pembinaan dari pelatih. Dan sejak itu pula bisa dibilang saya mulai menapaki karier di dunia sepak bola secara profesional. Sebab, baru setengah tahun sekolah, saya sudah mulai bergabung dengan PS Makudum, yang berada di bawah naungan klub PSP Padang.
Pemilik PS Makudum adalah Datuk Makudum, salah seorang penggila bola. Datuk ini merupakan orang terpandang dan kaya raya di Padang. Selain memiliki klub sepak bola, beliau juga memiliki hotel berbintang. Hotel Makudum ini sekaligus dijadikan mess untuk para pemain sepak bola. Saya sempat tinggal di mess cukup lama, sejak 1981 sampai 1993.
Saya baru keluar dari mess setelah menikah. Selama tinggal di mess pula saya sambil menamatkan pendidikan SMA, kemudian melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Padang. Tak heran bila hubungan saya dengan Datuk Makudum sangat dekat, bahkan beliau sudah saya anggap seperti orangtua kedua.
Sementara yang melatih klub PS Makudum ketika itu antara lain Usman Can, Zulkifli Jamal, Erwin Yatim, dan masih banyak lagi. Oleh karena PS Makudum bagian dari klub PSP Padang, selain main untuk PS Makudum, saya juga kerap memperkuat PSP Padang.
Pelatih saya di PSP Padang adalah Suhatman Imam. Selama menjadi pemain sepak bola secara profesional, praktis saya bisa menghidupi diri sendiri, sehingga secara ekonomi tak perlu lagi menggantungkan hidup dari uang orangtua lagi.
KOMENTAR