Bekerja melalui 51 program pengembangan kesejahteraan masyarakat berjangka panjang yang berbasis wilayah dan tersebar di 10 propinsi, di 43 kabupaten dan lebih dari 100 kecamatan di Indonesia, WVI memungkinkan puluhan ribu anak dampingannya mencapai impiannya. Satu diantaranya Ginetoy M.Y. Ariwei, S.H yang berasal dari Pantai Kasuari, Papua.
Lahir di Bayun,11September 1986 tak pernah terlintas dalam pikiran pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua UNIYAP ini untuk tinggal dan bekerja di Jakarta. "Di kampung saya, pendidikan belum dianggap penting. Orangtua hanya ingin kami anak-anaknya membantu mereka berkebun," ujarnya.
"Baru ketika Wahana Visi Indonesia datang ke kampung saya, memungkinkan saya dan beberapa kawan untuk menggapai pendidikan," sambung Ginetoy.
Mengecap pendidikan menurutnya adalah sebuah kemewahan tersendiri. Namun jangan diduga pendidikan yang didapat Ginetoy dan teman-temannya mudah seperti di Ibukota. "Banyak suka dan duka yang harus saya lalui selama ini," tukasnya.
"Saya disponsori WVI sejak kelas I SD hingga masuk perguruan tinggi semester I tahun 2005. Kalau dihitung, kira-kira selama 13 tahun hidup saya berada dalam dampingan Wahana Visi Indonesia." Genetoy ternyata masih mengingat dengan jelas nama sponsor orang Indonesia yang menyantuninya selama ini.
Tak hanya memberikan bantuan pendidikan dan kesehatan, WVI menurut Ginetoy juga hadir sebagai motivator. "Saya terus dimotivasi terutama ketika saya sudah lulus dari SD dan lanjut ke SMPN 1 dengan mendayung perahu untuk sekolah. Perjalanan itu harus ditempuh kurang lebih 3 jam."
Akibatnya, "Enggak sedikit teman saya yang kemudian memutuskan untuk berhenti sekolah karena medannya memang berat. Karena jaraknya yang jauh dengan rumah, oleh orangtua, saya kemudian dibuatkan rumah di sisi sungai dekat sekolah. Setiap Sabtu, saya harus kembali ke kampung untuk ambil bahan makanan," kenang pemuda berbadan tegap yang akrab dipanggil Toy.
Menginjak SMU, "Saya meneruskan sekolah di STM Merauke lalu lanjut ke Jayapura untuk menyelesaikan gelar sarjana," tuturnya seraya tersenyum.
Karena bantuan yang diberikan WVI hanya untuk semester 1, "Saya enggak patah semangat, meski sempat bingung untuk meneruskan kuliah. Namun, motivasi yang diberikan WVI selama itu menggugah saya untuk terus berusaha demi membiayai kuliah. Selain dapat dari keluarga, saya juga bekerja dengan menjadi tukang gambar beragam proyek pembangunan. Kebetulan STM saya pembangunan, jd bukan hal baru bagi saya bekerja seperti itu."
Ginetoy kini bisa bernafas lega, keberuntungan membawanya ke Istana Merdeka. Sejak tahun lalu, Ginetoy bekerja sebagai sekertaris di bagian Staff Khusus Presiden RI Bidang Banda Otonomi Daerah. "Dari pekerjaan itu saya punya penghasilan tetap yang mungkin dapat menjadikan mimpi saya menjadi seorang politikus jadi kenyataan. Untuk itu, sekarang saya sedang dalam proses melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Cendrawasih," tukasnya senang.
Pemuda lajang ini berharap banyak anak-anak Indonesia di pedalaman mendapatkan kesempatan seperti yang dia dapatkan lewat program "child sponsorship" oleh Wahana Visi Indonesia.
KOMENTAR