Hasil dari penelitian ini bisa jadi sebuah gebrakan baru, yakni tes biologis pertama deteksi autisme. Pasalnya, antibodi tersebut ditemukan secara eksklusif di dalam tubuh ibu penyandang autisme, dan tidak ditemukan pada ibu yang melahirkan anak-anak non-autis dan anak-anak penderita kelainan kepribadian lain.
Judith Van de Water, ahli imunologi dan profesor obat-obatan internal di Universitas California Davis MIND Institute yang juga penulis utama jurnal tersebut merasa cukup yakin bahwa antibodi tersebut penanda yang pasti akan deteksi autisme pada bayi.
"Kami belum menemukan ibu hamil yang memiliki antibodi ini namun tidak memiliki anak yang menyandang disabilitas perkembangan," ujarnya. "Kami merasa cukup yakin bahwa antibodi ini mengidentifikasi subtipe autisme."
Antibodi yang dimaksud adalah bagian dari sekumpulan senyawa yang biasa disebut autoantibodi, yakni sel imun yang dibentuk oleh tubuh untuk melindungi diri dan menyerang sel-sel jahat. Sayangnya, senyawa ini malah kerap menyerang sel-selnya sendiri karena salah identifikasi.
Sayangnya, hingga kini para ilmuwan masih belum tahu mengapa atau kapan ibu membentuk senyawa antibodi itu. Namun kemungkinan besar, terjadinya infeksi saat kehamilanlah yang menyebabkan sistem imun dalam tubuh membentuk antibodi. Banyaknya paparan terhadap bahan-bahan kimia yang beracun, kata Van de Water, juga dapat menyebabkan tubuh salah menyerang sel-sel sehat karena mengira mereka adalah sel yang merusak tubuh.
Penelitian itu melibatkan 246 anak penyandang autis serta ibu mereka, juga 149 anak-anak non-autis lain. Dari semua ibu yang diteliti memiliki antibodi tersebut, haya satu yang memiliki anak non-autis. Tapi, anak dari ibu tersebut diketahui mengidap ADHD, kondisi yang kerap menyertai spektrum autisme.
Ajeng
KOMENTAR