Martin Luther King Jr. berkata, "Jika Anda menjadi penyapu jalanan, ia harus menyapu jalan layaknya Michelangelo melukis, sejenius Beethoven menggubah musik, atau seindah tulisan Shakespeare. Ia harus menyapu jalan begitu baik sehingga semua tentara surga dan Bumi akan berhenti sejenak dan berkata, 'Di sini tinggal penyapu jalanan yang melakukan pekerjaannya dengan sangat baik'."
Lalu, mungkin Anda pernah melontarkan istilah "I Don't Like Monday" dan "Thank God It's Friday" (TGIF) setiap kali rutinitas kantor mulai memanggil di hari Senin dan akan berakhir di Jumat?
Kenyataannya, sangat sedikit orang yang menjalankan prinsip Martin Luther King Jr. dan lebih banyak orang yang tidak menikmati pekerjaan mereka. Bisa saja karena mereka bekerja sekadar mendapatkan uang setiap bulan. Mereka rela "menggadaikan" perasaan mereka selama delapan jam di kantor untuk melakukan apa yang tidak mereka sukai. Kemudian menghabiskan waktu sekitar empat jam dalam kemacetan, pulang ke rumah mengurus suami dan anak (atau bahkan bekerja kembali), dan tidur! Lalu, kapan mereka melakukan apa yang mereka cintai?
"Hidup tanpa passion itu risikonya terlalu besar. Kalau kerja hanya demi uang dan kita mengalokasikan 8-12 jam sehari just to get some money, juga harus menembus macet, dan lainnya, terus enggak ada excitement lain, enggak asyik banget, kan," ujar Rene Suhardono, CareerCoach dan penulis buku Your Job is not Your Career.
Temukan Passion
Mencari passion (gairah) layaknya memecahkan suatu misteri di sebuah tempat asing. Menurut Rene, sebelumnya Anda harus tahu dulu apa yang Anda butuhkan di sana. Lalu berusaha mengenali tempat tersebut dan mulai menginterpretasikan petunjuk untuk sampai pada yang Anda butuhkan itu. Karena itulah Rene menegaskan, untuk tidak mengartikan pekerjaan atau hobi itu sebagai passion.
Passion itu lebih kepada apa yang membuat diri sendiri dan orang di sekitar kita bahagia, sedang pekerjaan merupakan konvergensi dari passion. Dalam hal pekerjaan, passion hanyalah salah satu koridor yang harus ditempuh orang untuk mendapatkan karier yang dihasratkannya (dalam hal positif). Dan, karier tidak sama dengan pekerjaan (jobdesk yang diberikan perusahaan).
"Pekerjaan itu alat, milik perusahaan yang sifatnya sementara. Sedangkan karier, yang menempel di diri kita. Seringkali ketika seseorang bermasalah dalam kariernya, ia langsung menyelesaikannya dengan pekerjaan (menganggap masalahnya berasal dari pekerjaannya). Ya enggak akan selesai. Tahu kenapa? Karena obatnya salah. Kalaupun akhirnya harus keluar dari pekerjaan itu, dia harus punya kesadaran dulu kalau pekerjaan itu bukan pilihannya dan ia tak menikmatinya."
Lantas bagaimana cara menemukan passion dalam diri kita? Rene menuturkan bahwa kita harus jujur dengan diri sendiri. Pada saat napas kita ditiupkan oleh Tuhan, Dia juga menyertakan elemen passion di dalamnya. Jadi, orang tak harus mencari passion-nya sebab passion sudah ada di dalam diri kita. Sekarang, tinggal bagaimana kita jujur terhadap apa yang kita rasakan dan inginkan, tidak peduli orang mau bicara apa. Banyak orang sebelum melakukan sesuatu ia meminta persetujuan/pertimbangan orang lain. "Ini bagus enggak?", "Kira-kira pekerjaannya paling bagus di mana?", dan sebagainya. Selanjutnya yang Anda butuhkan adalah keberaniandan kepedulian.
Mencari Tujuan Hidup
Setelah Anda menemukan passion, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah menemukan tujuan hidup. Dengan mengetahuinya, Anda akan punya gambaran akan masa depan Anda secara umum, pribadi, dan kolektif. Semakin jelas tujuan hidup seseorang, semakin besar kemungkinan terealisasinya tujuan tersebut.
Ini tak sekadar bicara posisi apa yang Anda inginkan di tempat Anda bekerja, berapa gaji yang diinginkan 10-20 tahun lagi, atau fasilitas kantor apa yang akan Anda dapatkan, tapi sesuatu yang lebih besar dari itu. Misalnya, membuka lapangan pekerjaan, memberantas korupsi, kesamaan gender, dan lain-lain.
Mengikuti Values
Jika kedua hal di atas sudah lengkap, ada satu elemen lagi yang harus Anda cari, yakni nilai-nilai kehidupan pribadi (values) yang kita anut. Kesadaran akan nilai-nilai itu akan memberikan arah (yang kemudian menjadi pedoman) dalam segala aspek di kehidupan kita, apa yang baik dan tidak, apa yang benar dan tidak bagi kita. Ingat, pertanyaan "Apakah tindakan saya sudah konsisten dengan values saya?" akan terus mengikuti kita setiap saat.
Ester Sondang / bersambung
KOMENTAR