Bapak tadinya karyawan dan sekarang konsultan. Jadi, tidak ada latar belakang usahawan. Tapi kalau Ibu memang dari keluarga pedagang.
Siapa saja yang terlibat sejak awal di rencana bisnis ini?
Yang jelas, saya dan tiga teman kuliah dulu memang suka diskusi soal bisnis. Hampir tiap bertemu yang dibicarakan, ya, soal bisnis. Jadi tidak heran kalau bisnis saya sendiri sebenarnya macam-macam.
Nah, saya bersama mereka mengumpulkan modal. Kebetulan mantan teman sekamar saya, Meilinda Sutanto, orangtuanya memiliki bisnis rental property untuk ekspatriat yang tinggal di Indonesia. Ekspatriat ini biasanya datang tidak bawa furnitur. Lalu terpikir, kenapa kami tidak buat rental furnitur saja?
Jadilah saya bikin konsep bisnis rental furnitur dan Meilinda yang mendesainnya. Meski tidak ada background desain interior, dia hobi mendesain dan ada orang lain yang membantu juga. Jadi sebenarnya bisnis ini soal taste saja, kok.
Tak punya pengalaman, bagaimana memulainya?
Awalnya, sih, cari-cari saja. Tidak pakai pasang iklan, pokoknya ada saja sumbernya. Kalau kepentok kami cari lagi sumber baru, begitu seterusnya. Intinya, dijalani saja! Bila perlu kami sampai ke luar kota melihat-lihat material. Tapi sejak awal, material kami memang dari lokal saja. Kalau dijalani perlahan, lama-lama juga akan bertemu jalannya. Yang tadinya dapat beberapa pemasok bahan baku, lama-lama bisa tembus ke pabriknya.
Dan yang tadinya hanya rental, lama-lama banyak juga yang beli. Malah sekarang penjualan lebih banyak dibanding penyewaan. Sewa hanya sekitar 10 persen dari omset saja. Pokoknya, dari jam terbang kami belajar dan jadi mengerti seluk beluk soal furnitur. Namanya berbisnis, kan, harus selalu improve. Sementara soal marketing, sudah sejak kecil saya diajak diskusi soal marketing oleh Bapak. Bapak itu bicara marketing hampir setiap saat, termasuk ketika bersantai dengan keluarga. Jadi saya tahu bagaimana pemikiran Bapak berikut teori marketing-nya. Ha ha ha...
Lalu, apa konsep furnitur yang diusung?
Konsep kami memang jelas berbeda. Di Indonesia, kebanyakan kiblatnya Eropa, dari Eropa klasik sampai yang Eropa modern minimalis. Sedangkan kami lebih ke desain Amerika. Kenapa? Ya, karena kami suka desain Amerika. Jadi bisa dibilang kami membuat furnitur itu untuk kami sendiri. Selain itu, furnitur gaya Amerika itu lebih mementingkan kenyamanan daripada style.
Istimewanya, kalau di tempat lain ada tulisan "jangan diduduki", di Arbor & Troy justru menekankan calon pembeli harus menduduki furnitur terlebih dahulu. Ini karena kami punya aneka pilihan level softness untuk sofa-sofa kami. Menurut kami, kenyamanan itu sifatnya sangat personal, makanya harus dicoba. You don't like it, don't buy it!
Dari banyak orang yang sudah pernah ke showroom kami, banyak yang mengira furnitur kami buatan luar. Kami bangga karena mampu membuat sesuatu yang dibuat oleh Indonesia, untuk Indonesia sekaligus dunia.
Laili Damayanti / bersambung
KOMENTAR