Tabloidnova.com - Banyak mitos yang berseliweran mengenai membesarkan anak dengan bilingual (lebih dari satu bahasa). Ada yang mengatakan, itu bisa membuat anak kebingungan dalam berbahasa dan keterlambatan berbicara.
Berikut 5 mitos yang paling umum terdengar mengenai membesarkan anak dengan bilingual: 1. Bilingual membingungkan anak. Beberapa orang tua beranggapan, jika anak dibesarkan dengan dua bahasa pada saat yang sama, bisa menyebabkan anak bingung dan tidak dapat membedakan bahasa yang satu dengan lainnya.
"Dari sejak hari pertama mereka lahir, semua bayi sudah bisa membedakan banyak bahasa," kata Barbara Zurer Pearson, penulis Raising a Bilingual Child. Terutama pada bahasa yang memiliki karakter berbeda, seperti Perancis dan Arab.
"Di usia masih sangat dini, umumnya mereka mengalami kesulitan mengatakan dua bahasa yang sangat mirip, seperti dari bahasa Inggris ke Belanda. Tapi di usia 6 bulan, mereka sudah dapat membedakannya," jelas Pearson.
Mitos ini tumbuh mungkin berdasarkan hasil penelitian lawas yang dirancang dan menempatkan anak-anak pada posisi yang kurang menguntungkan. Seperti pada orangtua imigran yang menekankan pada anak untuk tetap mempertahankan bahasa ibu, tapi di sisi lain memaksa anak menggunakan bahasa Inggris sehari-hari. 2. Bilingual menyebabkan anak terlambat bicara. Anak yang dibesarkan dengan dua bahasa mengalami keterlambatan bicara dibandingkan dengan anak yang dibesarkan monolingual. Tapi menurut para ahli, keterlambatan ini sifatnya hanya sementara. Namun, meski demikian, banyak orangtua yang masih saja mengkhawatirkan hal ini.
"Penelitian menunjukkan, bilingualisme tidak menyebabkan keterlambatan bicara atau penguasaan bahasa," kata Ellen Stubbe Kester, presiden Bilinguistics.
Bahkan, jika anak sebelumnya telah didiagnosis mengalami keterlambatan bicara, membesarkannya dengan bilingual pun tidak akan membuat bicaranya tertunda.
"Penelitian telah menemukan, anak-anak dengan keterlambatan bahasa yang berada di lingkungan bahasa ganda tetap memperoleh bahasa pada tingkat yang sama seperti yang di lingkungan monolingual," jelas Kester lagi. 3. Anak Bilingual bicara dengan mencampur-adukkan bahasa. Pencampuran bahasa memang tidak bisa terelakkan dan sebenarnya tidak berbahaya. Namun kebanyakan anak bilingual tidak mengalami "pencampuran" ini karena mereka benar-benar dapat memilah kedua bahasa. Selain itu, salah satu bahasa seringkali memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan bahasa lainnya. Para ahli sepakat, pencampuran ini hanya bersifat sementara. Pada akhirnya, itu akan hilang dengan sendirinya seiring dengan pertumbuhan.
"Kadang-kadang, orang melakukannya (mencampur bahasa, Red.) karena mereka tidak tahu kata yang mereka butuhkan dalam bahasa mereka saat berbicara," kata Pearson. "Dan beberapa orang sengaja mencampur bahasanya karena mereka menyukai kata atau frase dalam bahasa lain yang lebih baik."
Anak-anak merupakan model dari apa yang mereka lihat dan dengar. Jadi, jika anak tinggal di lingkungan di mana terdapat pencampuran bahasa, hal itu dijadikannya norma dan realistis.
4. Terlambat bagi anak diajarkan bilingual. Tidak pernah ada kata terlambat atau terlalu dini untuk memperkenalkan anak pada bahasa kedua.
"Belajar bahasa kedua memang akan lebih mudah dilakukan pada anak yang berusia di bawah 10 tahun, bahkan 5 tahun, jika dibandingkan pada orang dewasa," kata Pearson.
Optimalnya, menurut para ahli, dari sejak anak lahir sampai berumur 3 tahun, persis ketika anak belajar bahasa pertamanya. Saat itu pikiran anak masih terbuka dan fleksibel.
Yang terbaik berikutnya untuk anak belajar bahasa kedua adalah saat usianya menginjak antara 4-7 tahun, di mana otak anak masih dapat memproses berbagai bahasa di jalur paralel. Maksudnya, mereka mampu membangun sistem bahasa kedua di samping bahasa pertama.
Namun, jika anak Anda lebih tua dari itu, masih belum terlambat, kok. Setelah pubertas, studi menunjukkan, bahasa baru disimpan di daerah yang terpisah dari otak, sehingga anak-anak bisa menerjemahkan atau menggunakan bahasa ibu sebagai jalan menuju bahasa baru.
5. Anak-anak seperti spons dan mereka bisa belajar bilingual tanpa usaha dalam waktu singkat. Memang lebih mudah bagi seorang anak belajar bahasa baru. Contohnya saja, jika anak Anda sehari-hari menonton tayangan Dora The Explorer berbahasa Spanyol. Pada akhirnya, bukannya tidak mungkin anak jadi bisa berbahasa Spanyol.
Belajar bahasa tidak harus menjadi pekerjaan rumah. Tetapi memperkenalkan bahasa kedua kepada anak membutuhkan struktur dan konsistensi, apakah itu melalui percakapan sehari-hari atau instruksi formal. Idenya adalah untuk mengekspos mereka belajar bahasa dengan cara yang bermakna dan menarik yang terhubung ke kehidupan nyata.
Ester/Baby Center
Foto: Greenberg-art.com
KOMENTAR