Menurut sebuah penelitian yang mengamati hal tersebut didapatkan fakta: 64 persen ibu mengaku mendapatkan tatapan sinis dan komentar tak mengenakkan ketika buah hatinya menangis di tempat umum. Sebanyak 41 persen mengaku ditatap aneh oleh banyak orang yang melihatnya. Lalu 61 persen merasa putus asa saat harus meredakan tangis si kecil di tempat umum. Dan sebanyak 90 persen bahkan mengatakan, alih-alih mendapatkan bantuan dari orang-orang sekitar, yang ada hanya reaksi pedas ketika melihat bayinya menangis.
Sebagian besar perempuan Inggris, menurut penelitian paling mutakhir, mengaku memiliki setidaknya sekali dalam seumur hidupnya pengalaman menyakitkan bahwa orang-orang sekitar tidak memiliki toleransi yang tinggi ketika dirinya sedang berjuang menghentikan tangis bayinya.
Sebuah survei terbaru bahkan menemukan, sebanyak 64 persen ibu baru mengaku pernah dikritik dan mendapatkan komentar miring yang dilontarkan terhadapnya saat bayinya menangis di tempat umum, sehingga tak jarang pula mereka beradu mulut dengan orang asing yang mengomentari dirinya yang sedang berusaha menenangkan bayinya.
Kelihatannya orang-orang memang tak suka dan tak nyaman mendengar tangisan bayi di tempat umum. Hal ini diperkuat dengan temuan sebanyak 41 persen ibu baru yang menerima tatapan sinis dari orang asing sat bayinya menangis, 36 persen merasa menderita ditatap dengan perasaan penuh kebencian dari orang-orang, 27 persen bahkan menerima keluhan yang ditujukan langsung, and 19 persen mendengar komentar negatif. Yang mengagetkan, terdapat satu dari 20 ibu terlibat konfrontasi dengan orang asing soal bayinya yang menangis.
Penelitian juga membuktikan, perempuan yang lebih berusia lebih tua akan mendapatkan reaksi lebih buruk saat bayinya yang menangis di tempat umum (29 persen), diikuti dengan ibu baru di usia pertengahan (23 persen). Kendati mereka cukup terbuka menerima kritik soal bayi menangis di tempat umum, namun 90 persen dari mereka mengatakan, tidak ada yang mau membantunya menenangkan bayinya di tempat umum. Sehingga sebanyak 42
persen mengaku jadi merasa sendirian setelah melahirkan.
Dalam situasi yang serba tak mengenakkan harus menghadapi mata-mata orang asing di saat sedang menenangkan bayi yang sedang menangis, sebanyak 61 persen ibu baru tetap tegar berusaha membuat bayinya tenang, namun sebanyak 38 persen merasa tak sanggup.
Bahkan 34 persen jadi merasa dirinya bukanlah ibu yang baik, sebanyak 24 persen merasa panik, dan 28 persen merasa khawatir. Hampir 18 persen bahkan merasa depresi dan 32 persen dilanda perasaan sangat malu ketika terlihat tak mampu menenangkan bayinya di tempat umum.
Selain kesulitan menenangkan bayi-bayi mereka yang kerpa menangis, para ibu baru juga mengeluhkan kesulitan menidurkan bayi mereka (79 persen), terutama di malam hari. Selanjutnya, 37 persen merasa kesulitan dalam hal menyusui, 35 persen khawatir soal bentuk tubuhnya seusai melahirkan, namun 31 persen lebih mengkhawatirkan bila bayinya mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar ibu baru akhirnya berbohong, mereka bisa mengatasi semua masalah dengan bayinya padahal tidak, namun sebanyak 47 persen ibu baru mengaku sangat setuju untuk mendapatkan bantuan dan dukungan seteah melahirkan anak.
Bicara soal ini, komisi penelitian Colief Infant Drops, Alison Knights, yang juga berprofesi sebagai psikolog keluarga, mengatakan, "Tak ada yang bisa 100 persen siap menghadapi lahirnya bayi. Itu semacam kurva pelajaran, dengan adanya bayi para pasangan bis belajar bagaimana caranya menjadi orangtua yang baik bagi anak-anaknya. Sehingga para ibu baru sebaiknya jangan terlalu keras pada diri sendiri hanya untuk terlihat menjadi ibu
yang baik di mata orang lain."
Beberapa bayi, lanjut Knigths, memang ada yang menangis lebih sering dibandingkan bayi lainnya. Sebab bisa saja bayi itu menderita kolik, misalnya, yang secara fisik terlihat sehat tapi ternyata ia mengalami gangguan pada organ di dalamnya. "Jika memang demikian, sebaiknya Anda berkunjung kepad ahlinya atau dokter."
Knigths juga mengingatkan, "Jangan pernah lupa, memiliki bayi adalah masa transisi yang harus dilewati dengan begitu banyak energi yang akan dihabiskan, karena menyangkut emosi dan kerja keras yang harus selalu menjadi prioritas utama para ibu baru."
Intan / Dailymail.co.uk
KOMENTAR