"Setelah menikah, Anda tidak dapat memiliki kehidupan sendiri"
"Seorang istri utamanya berperan untuk memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak. Tapi jika Anda melakukannya, Anda kerap menjadi kesal," ungkap Dan Beaver, seorang terapis perkawinan dan keluarga di Walnut Creek, California. Lupakan aturan "keharusan" dan lakukan sesuatu setiap hari yang membuat Anda merasa santai, bahagia dan tercukupi. Baik itu membaca novel kesukaan Anda, berlatih meditasi setiap pagi, menikmati jus hijau dan sebagainya. "Anda juga perlu merawat diri sendiri sebelum merawat orang lain," ungkap Beaver.
"Cemberut adalah cara efektif mengungkapkan kekesalan"
Di masa lalu, pria dan wanita menikah kerap menahan ungkapan emosi ketika sesuatu sedang berjalan tidak benar. Mereka kerap khawatir pasangan tak mengerti atau kecewa dan menolak apa yang disampaikannya. Jika marah, perempuan kerap cukup dengan mengernyitkan dahi atau cemberut untuk mengekspresikan kekesalan.
"Saat ini pasangan perlu mengekspresikan diri dan menghindari kekhawatiran jika mereka nampak lemah di mata pasangan," ungkap Cheryl Gerson, LCSW, seorang terapis pasangan di New York City. Jika Anda takut akan sesuatu, katakan pada pasangan Anda. "Kita manusia. Jika ada yang bertentangan dengan apa yang dipikirkan, mengakui rasa takut dan keraguan justru akan membawa Anda dan pasangan semakin dekat," ungkap Gerson.
"Seks tak perlu dibahas"
Setelah Anda berdua menjalani rutinitas seksual yang cukup baik, Anda mungkin gagal untuk menyadari sebagai pasangan, atau hanya mencapai ujung dari gunung es potensi seksual saja. Mungkin perlu beberapa percakapan soal seks (walau harus dimulai dengan canggung). Bagaimanapun seksualitas merupakan praktek yang berkembang yang membutuhkan eksplorasi serta keterbukaan untuk terus berkembang.
Agar pasangan tak merasa seolah-olah dia yang melakukan sesuatu yang salah atau gagal memuaskan Anda, cobalah menyebut fase baru sebagai "percobaan". Katakan jika malam ini Anda ingin mencoba sesuatu yang sama sekali berbeda.
"Bertemu konsultan pernikahan adalah pertanda buruk"
"Beberapa pasangan berpikir bahwa jika mereka mengakui sedang mengalami masa sulit, mereka sudah menerima kekalahan," ungkap Gloria Spitalny, EdD, seorang konselor pernikahan di Boston, Massachusett. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Jika Anda tidak berbicara dan mencoba menyelesaikan masalah - masalah, ini akan terus tumbuh. "Semakin cepat pasangan bermasalah mencari pertolongan, semakin mudah untuk memperbaiki masalah," ungkap Spitalny. Mayoritas pasangan mengalami ketidakcocokan karena mereka tidak mampu berbicara melalui titik terdalam dari dalam diri. Tugas konsultan untuk menggali hal tersebut dan menjembatani ketidakcocokan.
"Suami harus menjadi satu-satunya pencari nafkah"
Beberapa pria secara terbuka dan bangga mendukung ambisi karir istri mereka. Para pria mungkin mendukung di permukaan saja, tapi hampir tidak menyadari ketegangan yang tersembunyi dibalik kesuksesan karir yang diraih istri. Bukan berarti, perempuan harus melepaskan pekerjaan agar dapat kembali menikmati kehidupan sosial seorang wanita. Cobalah merasa lebih baik dan utarakan beban yang Anda rasakan. Faktanya, kini sekitar 40 persen wanita menjadi pencari nafkah bagi keluarga sementara pasangan menjadi pendukung karir wanita.
"Berkelahi, artinya pernikahan tak bahagia"
Kenyataannya, pasangan yang menikah lama berjuang setiap hari untuk menjadi lebih baik. Selama berkelahi bukan berarti mengatakan sesuatu yang menyakiti pasangan secara personal. Ini merupakan langkah menuju transformasi hubungan yang membuat pasangan menikah menjadi lebih dekat dan intim. Tidak semua pernikahan dapat terselamatkan, namu Anda dapat membuatnya menjadi kenyataan jika selalu berusaha bekerja sama mencari solusi. Anda akan mendapatkan jenis cinta tanpa syarat yang bisa dipecahkan kendati terhempas masalah beberapa kali. Jika Anda berhasil, bukan hanya akan menguatkan sebagai pasangan namun juga individu. Dan disanalah hidup benar-benar menarik.
"Pernikahan seharusnya soal seputar anak-anak"
Puluhan tahun yang lalu, orangtua cenderung mengabaikan anak-anak mereka. ".. Pergi ke luar dan bermain diluar... Pulang satu jam lagi ya" .
Sekarang, pengasuhan perlu lebih kewaspadaan. Namun jika Anda terlalu lekat memperhatikan setiap langkah anak-anak, Anda sudah kelewatan. Suami dan anak-anak akan meraakannya dan ini akan membuat mereka menderita. "Saya melihat banyak suami merasa terabaikan oleh istri mereka. Pernikahan seharusnya lebih diutamakan," ungkap Irina Firstein, terapis pasangan di New York City. Lakukanlah dengan mengedepankan motivasi cinta dan ingin melindungi keluarga.
"Tak perlu bicara pekerjaan dengan pasangan "
Tentu, Anda tidak ingin mengomel dan mengeluh terus menerus soal e-mail bos yang menjengkelkan di malam hari bukan? Namun, menumpahkan sedikit uneg-uneg juga merupakan ide baik.
Ada baiknya sebelum sampai di rumah, cobalah turunkan suhu emosi di kantor agar tak terbawa ke kamar tidur. "Jika Anda tak meredakannya, ini akan mempengaruhi cara Anda bicara dan memperlakukan pasangan di kamar tidur," ungkap Beaver.
Cobalah tarik nafas panjang lima menit dan dorong suami melakukan hal yang sama, sebelum Anda berdua mulai bicara. Anda akan terkejut ketika menemukan suami mengenali diri Anda lebih baik dan mendalam dengan membagi beban bersama.
"Pernikahan adalah antar dua orang"
Pada beberapa pernikahan pasangan juga dapat membawa anak-anak dari pernikahan sebelumnya. Sayangnya, kerapkali mereka percaya jika menikah adalah urusan dua orang saja (istri dan suami). Tidak termasuk anak-anak maupun mantan suami.
Kendati tak mudah memerankan ibu tiri yang baik, tantangan membina keluarga instan dan anak-anak tiri sebaiknya jangan diabaikan. Jika anak-anak suami sudah lebih besar dan dapat diajak bicara, akui kecanggungan yang Anda miliki sebelum hal tersebut benar-benar berkembang menjadi kecanggungan yang permanen. Dan ingat, jangan pernah menjelek-jelekkan mantan suami. Sebaliknya munculkan isu-isu secara pribadi dengan contoh konkret jika ada hal yang mengganggu Anda.
"Perceraian itu memalukan. Jika Anda bercerai artinya Anda telah gagal"
Pada pergantian abad ke-20, hanya empat persen orang bercerai dan angka ini terus berkembang hingga sekarang. Saat ini, peluang seseorang bercerai mencapai 50 persen. Walaupun semua orang ingin memiliki pernikahan bahagia dan berlangsung selama-lamanya, kenyataannya hidup itu sulit dan orang-orang berubah.
Ketika masalah pernikahan sudah diupayakan dengan solusi hingga bertemu konsultan pernikahan, banyak ajli berpendapat jika lebih baik pasangan berpisah ketimbang harus menjalani pernikahan yang sedih bersama-sama. "Perceraian merupakan pilihan yang valid dan hal yang baik," ungkap Becky Whetstone, Ph.D., seorang terapis pernikahan dan keluarga dari Little Rock, Arkansas. Memahami hal ini, mungkin akan memotivasi Anda berusaha lebih keras dan menuju win-win solution.
Laili / dari berbagai sumber
KOMENTAR