Kasus kekerasan seksual yang kian merebak, tentu membuat kita khawatir pada buah hati yang beranjak remaja. Memang tak dapat dipungkiri bahwa selain dipercaya mengemban tugas mulia, menjadi orangtua harus disertai dengan tanggung jawab yang sangat besar. Salah satu contohnya saat berupaya menjaga buah hati dari praktik kekerasan seksual.
Pusat Krisis Terpadu (PKT) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mencatat sepanjang tahun 2012 terdapat 775 kasus kekerasan seksual dengan 70 persen menimpa anak remaja. Kemudian, dari jumlah tersebut ditengarai 25 persen pelaku kekerasan seksual adalah pacar korban, sementara 16 persennya orang yang baru dikenal.
"Remaja itu memang usia peralihan di mana terjadi perubahan-perubahan yang jelas, baik dari segi fisik maupun emosi," ujar dr. Fransiska Kaligis, SpKJ dari bagian Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Psikiatri FKUI RSCM, ketika menjadi pembicara di Women Health Expo 2013.
Tekanan Lingkungan
Pada usia tersebut pula, tambah Fransiska, seseorang mulai melakukan proses "identifikasi" alias berupaya menyeragamkan diri dengan orang-orang yang berada di lingkungannya. "Bersama teman sebaya, mereka saling menguatkan melalui afeksi dan perhatian yang diberikan. Di sisi lain juga sebagai tempat bereksperimen dan berkomunikasi mengenai hal-hal yang tabu dibicarakan di rumah, seperti tentang seks atau narkoba," tambah Fransiska.
Adanya tekanan dari lingkungan, membuat remaja merasa citra dirinya turun dan berusaha memperbaiki dengan mengikuti apa yang teman-temannya lakukan. Di sinilah, peran orangtua untuk memberikan bekal-bekal pada buah hati agar tidak terjerumus begitu saja pada pemahaman yang salah.
Kenali Cirinya
Dilansir dari healthychildren.org, website yang dikelola akademi dokter anak di Amerika, anak yang mengalami pelecehan seksual umumnya dapat menunjukkan sebuah perubahan perilaku. Perubahan tersebut sangat variatif dan tidak bersifat spesifik, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Perilakunya berubah secara dramatis dalam beberapa cara. Misalnya bila anak remaja Anda selalu membersihkan sendiri pakaian dalam, padahal sebelumnya ia tidak terbiasa melakukannya.
2. Perilaku pertemanan pun bisa berubah 180 derajat. Anak yang awalnya bersikap pendiam dapat menjadi lebih agresif, begitu pula anak yang sebelumnya merasa penuh percaya diri bisa menjadi sangat pendiam dan tertutup.
3. Anak sering merasa ketakutan dan kehilangan konsentrasi. Di satu sisi, anak yang menjadi korban kekerasan seksual bisa mendadak selalu ada di samping orang tua, atau justru sebaliknya. Ia bisa menghindari keintiman dengan keluarga dengan menjaga jarak.
4. Ia memiliki keluhan fisik yang sulit dijelaskan, seperti sakit kepala, sakit perut, atau keluhan di daerah kelaminnya.
5. Anak tampak takut ditinggalkan sendirian. Ia juga bisa terlihat takut atau menghindar dari tempat atau orang tertentu.
6. Ia bereaksi berlebihan terhadap pertanyaan-pertanyaan atau obrolan yang menyangkut aktivitas seksual. Bisa juga ia tiba-tiba menjadi demikian sadar, memberikan perhatian, dan sibuk dengan perilaku seksual serta bagian tubuh.
7. Anak memiliki kecemasan yang tidak masuk akal selama pemeriksaan fisik di dokter.
Annelis Brilian
KOMENTAR