Itulah mengapa, penolakan dari pasangan juga termasuk salah satu penyebab utama kekecewaan dalam perkawinan (urutan ke-2, sekitar 17 persen). "Ini bisa dimengerti, karena penolakan, terutama dari istri, masih dianggap sebagai penghinaan yang amat menjatuhkan harga diri suami sebagai laki-laki." Tak hanya itu, penolakan juga hanya akan mempersulit suami-istri untuk duduk bersama, sharing dan menegakkan demokrasi dalam keluarga. Butuh perjuangan untuk bisa berlapang dada menerima penolakan pasangan, di antaranya keluasan wawasan dan kepribadian yang makin matang.
Urutan berikutnya, ketakpedulian dan ketergantungan pasangan (sekitar 14 persen), baru kemudian masalah seks (ke-4). Faktor lain adalah kebersamaan (12 persen), gangguan dari keluarga besar (11 persen), perilaku pasangan (7 persen) semisal berlaku kasar atau pencuriga.
Dampak Pada Si Kecil
Bila keluarga berantakan, apa pun sebabnya, pasti berpengaruh buruk buat anak. Setidaknya anak akan bingung dan broken home. Bisa saja ia trauma, lalu setelah dewasa jadi takut berkeluarga. Yang jelas, kepercayaan anak pada orang tua akan hilang atau menurun karena di mata balita, tutur Alex, perceraian orang tua merupakan contoh konkret yang amat buruk. Sementara suasana "mengambang" lantaran tak bercerai tapi tak hangat juga tetap jadi bumerang buat anak. Untuk memperbaikinya, tentu harus dengan memperbaiki hubungan suami-istri itu sendiri. "Enggak mungkin, dong, bisa berpura-pura terus. Suatu saat, kan, pasti 'terlepas'. Lagi pula, anak pintar dan kritis dalam berpikir, lo."
Tak Boleh Ngantuk Atau Lelah
Menurut Alex, untuk mendapatkan hubungan suami istri yang memuaskan dan dinikmati sepenuhnya oleh kedua belah pihak, ada sejumlah syarat kesehatan yang mesti dipenuhi. Di antaranya tak boleh mengantuk dan lelah. Itu sebab, amat dianjurkan untuk cukup istirahat dan menjaga kebugaran jasmani yang baik dengan berolahraga teratur 3 kali seminggu. Bila kondisi tubuh payah/tak memenuhi persyaratan tersebut, tapi tetap dipaksakan agar ada hubungan seksual, besar kemungkinan yang muncul hanyalah masalah demi masalah semisal sama-sama terpaksa, sikap ogah-ogahan yang membuat jengkel dan akhirnya menurunkan gairah seksual, sampai ejakulasi dini karena suami tak mengalami ereksi total.
Jangan dikira masalah tak akan muncul kalau cuma salah satu yang lelah sementara lainnya fresh, lo. Bukankah saat pasangan yang fresh menuntut dan pasangan yang loyo tak sanggup memenuhi, maka yang muncul hanyalah ketakberdayaan dan perasaan jengkel? Nah, apalagi kalau sakit-sakitan terus, kapan mau berhubungan? Itu sebab, tegas Alex, usia berapa pun, kesehatan dan kebugaran jelas penting dan mesti dijaga.
Th. Puspayanti
KOMENTAR