Menurut Elly, masalah seks ini sesungguhnya sudah harus dimengerti pasangan dari sebelum mereka menikah pada saat konseling pranikah (selain masalah keuangan, keluarga inti, masa depan, dan sebagainya). Tapi coba hitung, berapa banyak yang mengikuti konseling pranikah sebelum masuk pernikahan? Jarang sekali. Sehingga saat masuk ke pernikahan, mereka tidak bisa menyelesaikan persoalan seks ini sesuai dengan yang diharapkan. Misal, berapa kali pasangan bisa melakukan hubungan seks? "Ada, lho, suami yang berharap melakukannya setiap hari. Kalau istrinya tidak sanggup, bukankah itu hanya akan menimbulkan depresi pada istri?"
Jika tak menemukan jalan keluar, ada baiknya kedua pasangan meminta pertolongan dari psikolog atau konselor. Pasalnya, mendiamkan masalah ranjang tak akan menyelesaikan problema. Masalah sepele ini kebanyakan malah menyebabkan perceraian.
Wanita yang Dirugikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Elly melalui ruang konselingnya, banyak pasangan yang memutuskan bercerai tanpa mau menceritakan penyebab utamanya. Yang pasti, jika memang masalahnya seks, pihak yang paling dirugikan (depresi) kebanyakan (sekitar 80 persen) dialami oleh wanita. Memang tidak ada suami yang senang mengetahui istrinya mengalami hal itu, karena ia takut dianggap tidak mampu membahagiakan Sang Istri. Apapun itu, masalah seks ini harus bisa dikomunikasikan di antara kedua pasangan. Tuhan menciptakan seks untuk dinikmati oleh kedua belah pihak dan bukan untuk kepuasan salah satu pasangan atau bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasangannya, apalagi sampai depresi.
Ester Sondang / bersambung
KOMENTAR