Selain itu, kita pun harus memperhatikan faktor usia dan kognisi anak dalam bermain. Faktor usia berhubungan dengan kematangan motorik anak, sejauh mana gerakan-gerakan atau otot-otot tubuh siap melakukan gerakan tertentu. Sedangkan faktor kognisi berkaitan dengan sejauh mana anak mampu memahami permainan itu. Dalam kaitan ini, jumlah mainan yang diberikan pun harus diperhatikan. "Sebaiknya tak memberikan sekaligus dalam jumlah banyak mengingat rentang perhatiannya masih singkat. Cukup 2-3 macam saja sekali main. Kalau ia bosan, simpan lagi dan tukar dengan mainan lain. Dengan begitu, perhatiannya juga lebih terfokus." Itu sebab, lama bermain pun harus diperhatikan, umumnya sekitar 10-30 menit.
Tak kalah penting, perhatikan faktor keamanan alat bermain. Apalagi bayi sudah tertarik pada objek-objek di luar dirinya. "Beri mainan yang tidak mudah pecah dan terurai seperti manik-manik, karena dikhawatirkan dapat masuk ke mulut, lubang hidung atau telinga." Jangan pula berikan mainan yang permukaannya tajam, menggunakan alat listrik, dan yang menggunakan cat-cat beracun. "Jadi, biarkan anak bermain dengan segala hal, sejauh itu aman dan alat bermainnya bersih, serta lingkungannya bersih, nyaman, dan tenang."
PERAN ORANG TUA
Buat bayi, jelas Mayke, peran orang tua sebagai teman bermain sekaligus alat permainannya. Itu sebab, orang tua harus peka dan tanggap. Peka, artinya tahu kapan anak masih mau bermain dan tidak. Misal, anak sudah bosan atau mengantuk, sebaiknya jangan dipaksa. Sementara tanggap, maksudnya, bila anak masih ingin bermain, orang tua memberikan respon.
Kita pun harus tahu karakteristik anak, karena ada anak yang aktif dan diam. Pada anak yang sangat aktif, tentu kita tak bisa memaksanya untuk main yang diam di tempat saja. Misal, memaksanya melihat buku bergambar. Untuk anak aktif, mau memandang bukunya 1-2 menit saja sudah bagus. Itu sebab, lama bermain pun harus disesuaikan karakter anak.
Namun demikian, kita tetap harus menyeimbangkan kegiatan bermainnya. Jadi, meski si kecil suka kegiatan bermain yang tenang, kita tetap harus mengajaknya bermain aktif secara fisik, semisal main petak-umpet atau mengajaknya jalan-jalan ke luar. "Setidaknya anak bergerak, agar dia berminat pada suatu kegiatan yang tak hanya dilakukan di tempat." Selain itu, dengan mengajaknya ke luar ruangan, ia akan melihat lingkungan sekitarnya, melihat sesuatu yang berbeda dari di rumah, semisal melihat tumbuh-tumbuhan, aneka macam binatang, dan bertemu orang-orang asing. Hal ini akan menambah pengetahuannya mengenai apa yang ada di sekitarnya. Kegiatan ini bisa dilakukan mulai sekitar 6 bulan.
CARA BERMAIN
Kita bisa memberikan contoh, lalu diulang-ulang. Namun ingat, tidak memaksa, lo! Bila anak tak bisa melakukannya pun, jangan pernah mengatakan ia bodoh ataupun melecehkan semisal, "Masa begitu saja enggak bisa?" Melainkan, kita harus membesarkan hatinya, misal, "O, belum bisa, ya. Yuk, kita coba lagi."
Bila anak menjadikan ibu sebagai alat permainan, misal, dengan menarik-narik rambut ibu, saran Mayke, sebaiknya memegang tangan si kecil dan mengajarinya gerakan mengelus rambur,"Rambut Ibu bukan untuk ditarik, tapi untuk dielus-elus," misal.
Bermain Bebas Dan Spontan
Jenis bermain ini merupakan kegiatan bermain yang semata-mata ditujukan untuk kesenangan. Jadi, tak ada tujuan akhir yang ingin dicapai, juga bukan untuk meraih prestasi tertentu. Aktivitas ini berlangsung mulai usia 3 bulan sampai sekitar 1,6 atau 2 tahun.
Menurut Mayke, dalam bermain, tampak antusiasme anak saat mengamati atau bermain dengan benda-benda di sekelilingnya. Segala sesuatu yang menarik perhatian anak dapat menjadi mainan. Antusiasme juga tampak saat ia melakukan eksplorasi terhadap anggota tubuhnya, seperti saat menikmati jari-jemarinya di dalam mulut atau kala mengamati tangannya.
Kegiatan bermain ini berkaitan erat dengan awal pembentukkan konsep diri. Saat ia bereksplorasi terhadap anggota tubuhnya, misal, ia jadi sadar bahwa bagian tubuhnya adalah miliknya sendiri. Selain itu, dengan menjelajah lingkungan, ia mendapatkan berbagai pengalaman baru berdasarkan tekstur, bentuk, ukuran, dan warna. Ia pun memperoleh pengetahuan mengenai sebab-akibat. Misal, tanpa sengaja ia menggelindingkan bola, maka tahulah dia bahwa bola bisa menggelinding bila dilakukan "sesuatu" terhadap bola itu.
Orang tua harus mengawasi keamanan dan keselamatan anak, tapi tak sembarangan melarang anak melainkan memberi kesempatan anak berkembang menjadi anak aktif, dinamis, dan serba ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di lingkungannya.
Manfaat Bermain
Menurut Mayke, banyak sekali manfaat bermain untuk anak dan selalu menyangkut 3 ranah, yaitu fisik-motorik, sosial-emosional, dan kognisi (berhubungan dengan berpikir/kecerdasan).
Secara fisik motorik, anak akan terlatih motorik kasar-halusnya. "Dengan bergerak, anak akan memiliki otot-otot tubuh yang terbentuk baik dan lebih sehat." Sementara dari segi sosial-emosional, anak merasa senang karena ada teman bermainnya. Itu sebab, di tahun-tahun pertama, teman bermain yang utama bagi anak adalah orang tua, karena ia akan merasa disayang dan ada kelekatan dengan orang tuanya. Selain juga belajar komunikasi dua arah.
Dari segi kognisi, anak belajar mengenal atau mempunyai pengalaman mengenai objek-objek tertentu seperti: benda dengan permukaan kasar-halus, rasa asam, manis, dan asin. Ia pun belajar perbendaharaan kata, bahasa, dan berkomunikasi timbal-balik. Makin usianya bertambah, ia mulai tertarik memperhatikan sesuatu, memusatkan perhatian, dan mengamati, semisal ketika diperlihatkan buku-buku bergambar.
Pada anak-anak yang mengalami gangguan semisal autisme atau hiperaktif, lewat media bermain juga melatihnya konsentrasi, mengenal warna atau bentuk, dan sebagainya. Bagi anak autis, mereka dilatih untuk bisa melakukan kontak dengan orang lain. Sedangkan untuk anak hiperaktif atau gangguan atensi, mereka dilatih memperhatikan dengan lebih sabar dan mau mencoba untuk meyelesaikan tugasnya.
Dedeh Kurniasih/nakita
KOMENTAR