Awalnya, Indira menganggap ajakan putrinya, Kika, yang kerap memintanya membantu menyusun puzzle, membacakan buku cerita, menghafal abjad, dan lain sebagainya sebagai sesuatu yang wajar. "Daripada main di luar," pikirnya. Namun lambat laun, terutama ketika Kika sudah bersekolah, kebiasaan itu menjadikannya anak yang sangat serius dan tak pernah lepas dari buku pelajaran. Kika juga tak suka berteman, serta lekas marah dan tersinggung jika ada teman sekelasnya yang mendapat nilai lebih bagus.
Dua Faktor
Apa yang terjadi pada Kika, menurut Fika F. Yunita, Psikolog Anak Rumah Sakit Royal Progress, disebabkan oleh dua faktor. Salah satunya adalah faktor internal, seperti:
Rasa ingin tahu yang besar
Hal ini menyebabkan anak senang mencari tahu dan mengeksplor sesuatu. Ini biasanya terjadi di usia dini (3-6 tahun) dengan ciri-ciri kerap menanyakan sesuatu tanpa henti sampai rasa ingin tahunya terpenuhi. Kebiasaan ini akan berhenti saat mereka mulai membaca dan mampu belajar sendiri.
Motivasi belajar tinggi
Bisa berasal dari faktor bawaan atau sengaja ditumbuhkan dan dikembangkan melalui interaksi lingkungan (keluarga, sekolah, atau rumah). Misalnya, motivasi yang tumbuh karena orangtua senang memuji saat anak belajar, atau disenangi teman-teman karena banyak dimintai bantuan tentang tugas.
Perfeksionis
Si Anak memiliki ketakutan melakukan kesalahan, karenanya ia selalu belajar lebih giat agar terhindar dari kesalahan itu. Tanpa disadari, kegiatan belajar dilakukan untuk mengurangi ketakutan.
Hobi atau minat
Bagi anak yang terlalu senang belajar, aktivitas ini dianggapnya sebagai sebuah kesenangan, kegiatan yang ringan, santai, mudah, dan menyenangkan, seperti hobi lain pada umumnya. Ia merasa tidak ada tuntutan atau ketakutan berbuat kesalahan dan tidak ada keinginan terlalu besar untuk menunjukkan prestasi sebagai hasil belajarnya.
KOMENTAR