Sang penyedia penukaran uang tersebut, Ida (43) dan Aminah (49) dengan mantap meyakinkan calon pembelinya. "Asli, Bu. Ini, masih ada segel Bank Indonesianya," ujar Ida seraya menunjukkan segepok uang Rp 2.000 senilai Rp200.000,00 dalam plastik yang diikat kertas berstempel BI.
Merasa yakin, si calon pembeli pun akhirnya jadi menukarkan uangnya. Selembar Rp50.000,00 dan Rp10.000,00 bertukar dengan 25 lembar pecahan Rp2.000,00 dari kantong yang dibawa Ida. "Makasih ya, Bu. Mudah-mudahan jadi berkat," ucap Ida pada si penukar uang yang berniat membagi-bagi pecahan Rp 2.000,00 tersebut kepada anak-anak kecil di kampungnya saat Lebaran.
Begitulah, Ida dan Aminah mengambil keuntungan sepuluh ribu rupiah untuk setiap penukaran Rp50.000,00. Sementara itu, untuk penukaran uang Rp100.000,00 dan kelipatannya, keuntungan yang diambil sebesar Rp20.000 alias 20%. Duo Ida-Aminah bukan satu-satunya yang menyediakan jasa penukaran uang. Di Terminal Rambutan, ada enam orang lainnya yang berprofesi sama seperti Ida dan Aminah.
"Ini udah hari keempat kami melakukan jasa tukar uang. Rencananya sih sampai Hari Lebaran. Berangkat dari rumah jam 6 pagi, magrib pulang," kata Ida yang sudah tiga kali Lebaran menjadi penjual uang receh di Terminal Rambutan.
Sebelum memulai pekerjaannya, Ida dan kawan-kawan terlebih dulu mengambil uang yang akan dijajakan dari 'Bos' mereka yang berada di daerah Pasar Rebo. "Enggak pake modal. Tinggal ambil aja. Kami dapat Rp5.000 dari Rp100.000," jelas Ida yang dalam sehari bisa membawa stok uang receh mencapai Rp16 juta. "Kemaren malah kita habis Rp20 juta," tutur Ida.
Soal pendapatan, memang tak dapat ditebak. Ada kalanya, datang pembeli yang memborong uang receh hingga jutaan rupiah. Namun, justru pembeli yang demikian, memberikan keuntungan sedikit bagi Ida dkk.
"Sering ada yang dari mobil lewat langsung nawar satu juta. Kami bilang, kalau 1 juta jadi Rp1.200.000. Mereka ga mau. Katanya, 'Jangan banyak-banyak Bu, ngambil untungnya. Saya bilang, 'Yah, Pak saya kan juga setoran'. Tapi akhirnya enggak apa-apa dipotong, 10-20 ribu (untungnya) yang penting jadi ngambil," papar rekan Ida, Aminah.
Itulah sebabnya, Ida dan Aminah lebih senang menjual recehan secara ketengan, alias seratus ribu-an atau limapuluh ribu-an. "Kalau borongan jadinya murah," lanjut Aminah.
Menurut Ida, dibanding tahun-tahun sebelumnya, pendapatan mereka tahun ini memang lebih kecil. "Sekarang ini susah. Dua tahun lalu, masih 10 persen jualnya, ke Bos (nyetor) 5% ke kita (dapat) 5%. Dulu sehari kita bisa dapat 800 ribu, sekarang paling besar 200ribu."
Sama halnya dengan pekerjaan lain, Ida dan Aminah tak selalu mendapat pembeli dengan cepat dan borongan. Ada kalanya mereka kena apes karena ulah si calon pembeli. "Nanti dia udah nawar lama-lama. Udah ngitung, eh dia bilang, 'Duit lama juga sama aja, Bu.' Kata saya, 'Oh enggak apa-apa, Pak. Terimakasih. Harus banyak sabar, Neng," kata Aminah.
Soal pengalaman tak mengenakkan ini, Ida menambahi. "Ada yang nukar, kita kasih seratus,dia langsung masukin dompet. Eh... dia kasih ke kita seratus juga. Lha.. kita ngapain di sini seharian, kalau cuma nukerin doang."
Astri
KOMENTAR