Terlebih, Hendra dan Danu punya "sejarah" tak enak. "Dulu, waktu Hendra kelas 1 dan Danu kelas 3, mereka sempat tanding bola. Kalah tanding, kelompok Danu minta tanding ulang dan lagi-lagi kesebelasan Hendra yang menang. Apa itu yang memicu dendam, entahlah."
Pengacara Bersatu
Hendra, lanjut Ade, sebenarnya cukup beruntung karena dari 500 pendaftar, ia bisa masuk 50 calon siswa yang diterima. Untuk enam bulan pertama kuliah di ATKP, Ade harus mengeluarkan biaya Rp 10 juta. "Sebetulnya cukup berat biaya itu. Tapi demi masa depan dia, ya, sudahlah. Yang justru membuat saya kecewa dan sedih, kok, dia pulang tinggal nama."
Itu sebabnya, Ade bersikukuh memerkarakan masalah ini. "Seluruh pengacara yang ada di Kisaran akan bersatu menangani kasus ini," jelas Ade yang rela kuburan anaknya dibongkar demi mengungkap kasus ini. "Saya yakin Hendra meninggal karena dianiaya oleh seniornya."
Demam Lalu Jatuh
Tudingan dan tuduhan keluarga Hendra, ditepis direktur Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan, Ir Bambang Wijaya Putra, MM. Sayangnya, seperti diutarakan Bambang, "Atas permintaan orangtua korban, jenazah Hendra tidak divisum. Mereka juga bilang, tak akan melakukan tuntutan apa pun atas peristiwa tersebut. Waktu itu mereka juga ingin segera balik ke Kisaran agar anaknya cepat dikebumikan."
"Nah, selama ikut kegiatan itu, almarhum sering mengeluh sakit demam, tetapi selalu dapat penanganan dari tim medis ATKP yang memberikan obat penurun panas. Sabtu (15/8), Hendra masih ikut kegiatan. Hari itu evaluasi akhir terhadap latihan PBB (Peraturan Baris Berbaris, Red.).
Karena tak ada masalah, seperti biasa sebelum makan siang, seluruh calon taruna harus lari siang keliling lapangan ATKP. Pada putaran ke-empat, Hendra terjatuh hingga menderita luka gesek ringan pada bagian dada kiri dan pungung. Pembina segera memberi pertolongan. Setelah diberi obat, Hendra berusaha melanjutkan lari tapi sekitar 50 meter perjalanan, ia kembali jatuh. Kali ini, belakang pundak kirinya luka.
Singkat cerita, Hendra disuruh makan siang di kamar asrama, ditunggui seorang temannya. Saat sang teman keluar kamar, "Dia mendengar ada suara jatuh dan begitu masuk kamar, Hendra sudah tertelungkup dengan darah di sekitar kepalanya." Hendra pun segera dilarikan ke rumah sakit namun di tengah perjalanan nyawanya tak tertolong. "Jadi, Hendra meninggal karena sakit. Bukan dipukul seniornya," simpul Bambang.
Soal sering sakit, dibantah Ade. "Dia sehat, kok. Kalau anak saya tak sehat, tak mungkin dia bisa lolos masuk ATKP. Apalagi sampai dibilang anak saya suka mengantuk-antukan kepalanya, dikira sakit ingatan. Tak benar itu, makanya saya protes!" sergah Ade dengan nada tinggi.
Debbi Shafinaz
KOMENTAR