Dua Kali Dipotong
Kamis, 20 November 2008, Hilal mengeluh sakit perut. Kupikir sakit biasa. Anehnya, setelah tiga hari, sakitnya tak kunjung hilang dan ditambah ia tidak bisa buang air besar. Gara-gara itulah perutnya membesar.
Khawatir, kubawa Hilal ke mantri dekat rumah. Karena tetap tidak ada perubahan, kami kemudian membawanya ke RSU Dr. Slamet, Garut. Ternyata hasil pemeriksaan dokter lebih menyeramkan dari yang kuduga. Kupikir, cukup dengan obat pencahar perut, sakit Hilal bisa segera sembuh. Rupanya tak segampang itu.
Hasil tes darah dan rontgen memperlihatkan, Hilal harus segera dioperasi karena beberapa bagian di ususnya bocor dan membusuk. Ketika kutanyakan apa penyebabnya, dokter menjawab, akibat dari kandungan makanan yang Hilal konsumsi selama ini tidak sehat dan membuat ususnya rusak. Saat itulah kutahu Hilal terlalu sering menyantap mi instan. Astagfirullah...
Atas rujukan dokter, kami kemudian membawa Hilal ke RS Hasan Sadikin, Bandung, dengan alasan peralatan medis di RS itu lebih lengkap. Sejak awal, tim dokter sudah pesimis dengan kondisi Hilal yang begitu memprihatinkan dengan berat badan yang tidak sampai 11 Kg. Dokter juga bilang, dari puluhan kasus serupa, hanya tiga orang yang bertahan hidup. Aku hanya bisa berserah pada Allah SWT.
Baru 25 November 2008 operasi dilakukan di RS Immanuel, Bandung. Saat itu aku sedang hamil tiga bulan. Dokter mengamputasi usus Hilal sekitar 10 cm. Untuk menyatukan bagian usus yang terputus itu, dokter menyambungnya dengan usus sintetis. Selain itu, dokter juga membuat lubang anus sementara (kolostomi) di dinding perut sebelah kanan.
KOMENTAR