Jumat pagi yang cerah mendadak jadi hari penuh darah dan kesedihan. Setelah ledakan menggelegar, mereka panik dan berusaha menyelamatkan diri. Entah mendapat kekuatan dari mana, mereka mampu bertahan hidup dengan berbagai cara.
Refleks, Deni berusaha menyelamatkan diri. Dari lantai 1, ia melompat ke lantai dasar dengan cara berayun pada gorden, setinggi sekitar 5 meter. Sampai di bawah, ditemani sahabatnya, Deni masih sepenuhnya sadar. Baju putihnya sudah berlumuran darah. Langkahnya pun sudah oleng. Namun, ia masih sanggup mencegat taksi, menuju RS Jakarta, tak begitu jauh dari lokasi kejadian. Di sanalah Deni lantas mendapat perawatan.
Begitulah sekelumit kisah perjuangan Deni melawan maut yang didengar Parjianti (53), sang bunda. "Deni memang tabah. Dalam kondisi kesakitan, ia masih sanggup mencari pertolongan sendiri," ujar ibu empat anak tentang anak keduanya itu.
Berita Deni menjadi salah satu korban bom Marriott, didengar Par dari rekan kerja Deni. "HP dan dompet milik Deni disimpan temannya. Teman Deni menghubungi keluarga kami lewat HP Deni. Awalnya, istri Deni yang dikabari, lalu orangtuanya," papar Par yang tahu kabar ini sepulang dari belanja di pasar.
Luka bakar & gosong
Kabar itu jelas membuat Par dan keluarganya lemas. Bersama suaminya, Sugiono, dan kerabat lainnya, mereka menuju RS Jakarta. Sepanjang perjalanan, perempuan ini sudah membayangkan hal-hal buruk. Apalagi, di teve ia sempat dengar, ada korban yang hilang anggota tubuhnya. Bahkan ada yang tewas. "Ngeri sekali membayangkan kemungkinan buruk menimpa Deni. Kejamnya ledakan bom, kan, sudah saya dengar dari peristiwa bom yang lalu," kata Par.
Sampai di RS Jakarta, anaknya yang hampir 10 tahun bekerja di Marriott itu masih dirawat di ICU. "Saat kami jenguk, ia baru saja menjalani operasi. Kasihan sekali nasibnya. Wajah bagian kanan kena luka bakar. Alis dan sebagian rambutnya gosong," ujar Par. Krisdianto (27), anak bungsu Par menyambung, "Banyak serpihan logam menancap di tangan kanan Mas Deni. Tangan kirinya juga luka parah. Ia harus dapat 20 jahitan. Untunglah, kaki tampaknya tidak apa-apa. Untuk kepastiannya, dokter masih melakukan pemeriksaan."
Dalam kondisi memprihatinkan seperti itu, Par memanjatkan syukur karena Deni selamat dari maut. "Waktu jumpa, kondisinya lemah sekali. Saya bilang, 'Ini Mamak.' Dia mengangguk, lalu menangis. Saya tak bisa membayangkan bagaimana sakit sekujur tubuhnya. Meski begitu, saya tetap bersyukur. Masih sangat banyak korban yang kondisinya lebih parah," kata Par yang ditemui di rumahnya, di Ulujami, Jakarta Selatan sore itu, usai menjenguk anaknya.
Par yang mengaku tingkat pendidikannya tidak tinggi, tak habis pikir dengan ulah pelaku pemboman. "Kok, ada orang seperti itu. Dia senang melihat orang lain menderita. Sungguh ini musibah tidak wajar yang sangat menyakitkan," kata Par.
Henry Ismono
Mengintip Isi Buku "Cabai Kering pada Khazanah Masakan Melayu", Ada Resep Sambal Bilis hingga Otak-otak
KOMENTAR