Dari Hobi Lahirlah Sally
Gadis itu berkepang dua dengan dress mini berwarna hitam. Matanya melirik, menggoda siapa pun yang melewatinya. Namanya Sally. Dialah ikon dari butik frozen yoghurt (froyo) Sour Sally yang belakangan ini sedang naik daun. Bisnis yang dimulai dari hobi pemiliknya, Ie Donny Pramono. "Saya memang hobi makan yogurt. Seminggu bisa makan lima kali."
Kegemaran Donny makin tersalurkan saat ia kuliah di Los Angeles, Amerika Serikat. Maklum, di sana banyak gerai penjual yogurt, Tempat itu kerap dijadikan tempat ngumpul Donny dan teman-temannya. "Akhirnya terinspirasi membuat brand yang bisa go international, dimulai di Indonesia," urainya.
Untuk mewujudkan itu, selama di LA Donny rajin mencoba membuat froyo. Apartemen adiknya, Ie Darwis Pramono pun dijadikan tempat eksperimen. Mesin pembuat froyo yang disewanya, disimpan di sana. Lantaran listrik tak mencukupi, ia harus menyewa genset. Tapi, untuk menghidupkan genset, Donny harus main kucing-kucingan dengan tetangganya. "Sebelum jam 5, kami harus sudah selesai, karena tetangga sudah pulang kantor," kata pria kelahiran 30 September 1982 ini.
Lewat riset itu, penggemar futsal ini menemukan citarasa froyo yang diinginkan. "Rasa harus disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Di Amerika, lebih milky (kental susunya) dan kecut. Kalau di sini, seimbang antara kecut dan manis." Formula itu yang akhirnya dibawa pulang ke Indonesia di akhir 2007.
Lantas anak pasangan Suwitno Pramono dan Elien Limuwa ini mengajak sepupunya yang sudah malang melintang di dunia bisnis kuliner, Telly Limbara. Telly sepaham lantaran konsep bisnis Donny dinilai menarik. Modal awal pun mereka gelontorkan.
Donny dan Telly tak main-main. Untuk memulai bisnis ini, mereka juga menyewa konsultan brand profesional. Dari situ lahirlah Sour Sally. "Sour itu artinya kecut dan Sally itu nama cewek manis," kata Donny. Desain interiornya pun sengaja dibuat kental dengan warna khas perempuan. Tengok saja dominasi warna hijau muda yang segar dan kursi-kursi empuk dengan warna pastel pada gerainya. Begitu pula dengan pegawainya, terutama yang perempuan, mereka tampil persis dengan Sally yang chic.
Gerai pertama Sour Sally dibuka di Senayan City, pada 15 Mei 2008. Dalam dua bulan, Sour Sally menjadi buah bibir. Antreannya bahkan pernah meluber hingga ke luar gerai. Sekarang ini sudah ada sepuluh gerai di ibu kota. "Hari biasa, pengunjung bisa ratusan. Kalau akhir pekan, beberapa outlet bisa dikunjungi ribuan pembeli," urai alumni Penn State University.
Di Sour Sally tersedia tiga rasa yaitu plain yang seimbang manis dan kecutnya, green tea yang lebih kecut, pinklicious yang lebih manis. Topping-nya beragam, dari buah-buahan, hingga mochi, kenari, atau sereal. "Sampai sekarang ada 20 topping tapi masih banyak Sour Sally Lovers (sebutan konsumen) yang belum mencoba," ucapnya yang bisnisnya sempat dikira franchise.
Sekarang, malah sudah tersedia waffle yang dibubuhi froyo dan topping bernama Pinklicious Waffle. Celah inilah yang sekarang sedang digali oleh Sour Sally. Karena bagi Donny, "Setiap orang mempunyai selera sendiri dan kami ingin memuaskan semuanya." Dengan aneka macam froyo, topping, hingga menu yang beragam, tak heran jika Sour Sally selalu dipenuhi tua muda pria wanita setiap harinya.
Astrid Isnawati
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR