Keterampilan yang paling diminati hingga sekarang adalah beads weaving dan membuat jeweleries. Biasanya yang mengikuti kursus ini adalah ABG dan ibu-ibu. "Ya, namanya juga perempuan, hasilnya kan bisa mereka pakai sendiri atau dijual ke orang lain," terang Marina. Kalau anak-anak biasanya lebih suka belajar paper quilling dan flannel. Seperti kata Natasha, murid kelas 3 SD yang baru dua minggu belajar paper quilling, "Aku pilih paper quilling karena gampang dan hasilnya lucu sekali." Sedangkan orang yang senang dengan segala sesuatu yang eksklusif dan unik mereka pasti memilih pergamano.
Gagal Karena Tidak Serius
Marina memberikan pola mengajar yang berbeda di antara murid yang datang sekadar hobi dengan murid yang berniat ingin membuat usaha. Biasanya, ia lebih galak mengajar murid yang ingin membuka usaha. "Kepada mereka saya lebih memerhatikan detail karena mereka kan akan mentransfer ilmu yang didapat dan menjual hasil kerajinannya kepada orang lain lagi. Jadi harus lebih teliti," ujar wanita yang sudah menerbitkan buku pergamano di Belanda ini.
Marina berharap handycraft bisa semakin maju di masa mendatang. Agar bisa sampai kepada harapannya, Marina beberapa kali melatih paper tole kepada anak-anak cacat dan ribbon embroidery serta jewelries kepada ibu-ibu kurang mampu. Namun, setiap kali ingin membagikan ilmunya, Marina selalu diperhadapkan pada keadaan yang dilematis. "Modal dan teknik menjual kerap menjadi penghambat mereka saat ingin memulai usaha ini karena memang saya akui ada beberapa bahan baku dan alat kerajinan yang harganya sangat mahal. Belum lagi link mereka yang itu-itu saja sehingga pemasarannya tidak berjalan lancar," katanya lagi.
Ester Sondang
KOMENTAR