Dari dunia gemerlap, mereka akan segera mengurusi rakyat. Banyak, lho, yang meragukan kemampuan para selebritis ini. Yuk, dengar kesiapan dan komitmen mereka.
Terdorong ingin memperbaiki dunia pendidikan, sejak 1,5 tahun lalu, Ingrid (34) membuka pendidikan TK gratis di Cianjur (Jabar). Kata Ingrid, dunia pendidikan, terutama madrasah di daerah, tak tertangani dengan baik. Tak mau usahanya sia-sia, Ingrid pun ingin berjuang lewat gedung parlemen. Jadilah ia mencalonkan diri lewat Partai Demokrat, menyusul suaminya, Syarif Hasan, salah satu Ketua DPD. Saat kampanye, ia ditempatkan di Dapil Jawa Barat 4. "Itu Dapil terluas di Jawa dan Bali," terang Sarjana IISIP ini.
Ibu satu anak ini mengaku hanya membawa idealisme masyarakat yang minta aspirasinya diwakilkan kepada dirinya. "Ini bukan pekerjaan main-main. Kalaupun saya dipilih konstituen, mungkin mereka melihat keseriusan saya keluar-masuk warung di malam hari, mendatangi tokoh agama dan konstituen di pelosok desa terpencil untuk menyerap aspirasi masyarakat setempat."
Kepada Tabloid Nova Inggrid juga mengaku sudah mulai memperluas wawasan, utamanya soal pendidikan. "Memang bidang itu yang jadi perhatian saya sejak awal," papar artis yang telah membintangi sekitar 200-an iklan dan mengeluarkan biaya kampanye sekitar Rp 250 juta.
Ingrid berjanji akan memperjuangkan masalah pendidikan. "Memang, sih, sudah ada sekolah gratis, tapi masih perlu pengawasan di lapangan. Harus benar-benar gratis. Masalah trafficking juga harus jadi perhatian saya. Jalan keluarnya harus mengedepankan pendidikan. Saya melihat langsung di Dapil saya, anak perempuan di bawah umur sudah dinikahkan. Sementara ibu-ibu sudah berumur masih menggendong anak kecil. Jadi, masalah Keluarga Berencana harus digalakkan lagi untuk membendung laju populasi," tutur Ingrid kepada Tabloid Nova sambil berharap bisa masuk dalam komisi yang membidangi pendidikan.
Di tengah kebahagiaannya, Ingrid mengaku prihatin mendengar kemampuan kerjanya di parlemen disangsikan. "Kerja dewan itu kerja kolektif. Setiap konsep yang kita bawa, pastinya dibahas di forum. Jadi, saya prihatin kalau ada orang bilang artis enggak bisa kerja, barometernya apa?"
Mantan artis dan anchor televisi swasta yang kini membuka praktek kenotariatan di Cibinong ini berhasil melenggang ke gedung parlemen DPRD DKI Jakarta. Tak percaya diri atau tak punya nyali langsung ke Senayan? "Ini bukan masalah nyali. Jangan ragukan dan pertanyakan lagi nyali saya. Ini masalah proses politik yang tidak bisa instan. Saya ini sepuluh tahun menjadi kader partai PAN. Ada beban moral bila saya langsung melaju ke Senayan. Saya ingin besar di lingkungan kecil lebih dulu. Kalau amanah yang lebih kecil bisa dilakukan dengan baik, enak. Setelah itu, baru ke scope yang lebih besar. Saya juga merasa, banyak masalah di DKI yang harus dibenahi. DKI itu, kan, cerminan dari bangsa Indonesia."
Ditemui Tabloid Nova, Aktivis gerakan reformasi tahun 1998 itu mengaku, dengan menjadi kader politik selama sepuluh tahun, ia tidak mempan "dikadali" lawan politik. Terlebih ketika proses kampanye pemilihan legislatif lalu berlangsung. "Saya bisa mengalokasikan waktu, dana kampanye, dan program dengan baik dan tepat sasaran. Biaya yang saya keluarkan 'cuma' Rp 200 juta," papar alumnus Fakultas Hukum Trisakti ini.
Lalu, persiapan apa lagi setelah terpilih? "Politikus itu harus selau belajar. Salah satunya, menghadapi intrik," katanya kepada Tabloid Nova. Soal kesibukannya yang akan semakin padat, Sekjen Komnas Perlindungan Anak itu meyakinkan, suaminya, Cyril Raoul Hakim, turut mendukung aktivitasnya. "Suami dan anak-anak sudah biasa saya tinggal, kok. Enggak masalah."
RINI SULISTYATI
KOMENTAR