Mimpi Tandan Pisang Yang Hilang
Bagi Marmi yang tinggal di Desa Pogar, Bangil, Pasuruan (Jatim) kepergian Erwan membuatnya tak berdaya. Walaupun ada sejumput kebanggaan bahwa, "Erwan meninggal dalam menjalankan tugas," paparnya terbata didampingi suami, Serma (AD) Kuswanto (52).
Yang tambah membuat Marmi pilu, Erwan adalah tipe anak yang sangat baik. Setiap ditanya apa cita-citanya, "Ia jawab, ingin membahagiakan Ibu Bapak."
Malam menjelang hari tragis itu Erwan sempat menghubungi Marmi. Katanya, ia akan mengirim sejumlah uang kepada Ibunya. "Tapi saya tolak. Saya bilang, pakai saja untuk keperluanmu. Toh waktu dia kecil saya tak bisa banyak membelikan apa yang dia inginkan." Tapi Erwan selalu berkeras memberikan gajinya, "Sampai-sampai teman-temannya menjulukinya Anak Mama," timpal Kuswanto.
Entah sebuah kebetulan atau bukan, malam menjelang kepergiannya tiba-tiba seisi rumah menguar bau yang sangat harum. Marmi mencari-cari darimana sumber bau itu, tapi tak ketemu, "Sampai-sampai setiap bunga di depan rumah saya ciumi, tapi kok tak ada yang wangi." Baru setelah kejadian, Marmi sadar. Katanya mungkin itu pertanda Erwan akan pergi selamanya.
Beberapa hari sebelum kejadian Marmi juga sempat bermimpi. Pisang satu tandan yang ada di atas meja hilang separuh. Dalam mimpi Marmi bertanya, siapa yang mengambil. "Lalu saya dengar ada yang sayup-sayup menjawab, 'Diambil yang punya'. Mungkin itu salah satu pertanda juga ya," paparnya yang diberitahu anaknya menjadi korban pada sore harinya.
Ceritanya, lanjutnya, menjelang salat ashar Marmi mendapat telepon dari anak sulungnya, Sertu Andri Cahyono, yang berdinas di Makassar. "Saya diminta nonton teve, sebab disana ada kecelakaan pesawat. Begitu saya lihat, saya kaget. Saya berharap Erwan tidak menjadi korban. Apalagi, saya tunggu-tunggu namanya tidak muncul juga," katanya yang saat itu sudah mulai gelisah.
Sebetulnya, Andri sudah tahu adiknya menjadi korban. Tapi ia bingung dan tak tega memberitahu ibunya. Andri malah terbang ke Jakarta untuk memberitahu langsung. "Tapi saat itu, petugas khusus sudah datang ke rumah saya memberitahu Erwan sudah meninggal," kisah Marmi sendu.
Saat jenazah Erwan dikebumikan, ia yang sehari-harinya menjadi komandan regu diantar iring-iringan yang sangat panjang. "Pelayat banyak sekali. Bahkan teman-temannya dari Jakarta ada dua truk ikut mengantar sampai pemakaman," tutur Kuswanto yang berusaha ikhlas menerima takdir.
Aspal Baru Untuk Tamu
Wajar jika Nuryati mencari barang terakhir yang dikenakan almarhum suaminya yang ikut tewas dalam insiden Fokker jatuh ini, "Sebelum meninggal Mas Tiar tidak memberikan pesan apapun."
Sebetulnya, sehari sebelum kejadian, suaminya cerita hendak ke Bandung mengantar 18 Prajurit Khas AU latihan rutin di lanud Husein Sastranegara, Bandung. "Mas Tiar sempat berniat mengajakku dan dua anak kami, Chintya (7) dan Zidan (4). 'Biar bisa jalan-jalan', katanya saat itu," papar Nuryati. Namun, akhirnya Tiar membatalkan niatnya.
Seperti biasa, di hari kejadian itu suaminya bangun dan salat subuh. Nuryati menyiapkan perlengkapannya. Setelah menyeruput teh manis buatan sang istri, Tiar pamit menuju Bandara Halim Perdanakusumah yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya.
Semua berlangsung biasa. Sampai sekitar pukul 15.00 wib, saat Nuryati dan anak-anak tidur siang, "Aku mendengar suara teriakan panjang, "Buuuu...." Kupikir suara itu suara Zidan anak bungsuku. Saat aku masuk ke kamar Zidan untuk memastikan, aku mendapati anak laki-lakiku tertidur lelap. Saat itu kupikir aku baru saja berhalusinasi," ungkapnya sambil terus meneteskan airmata.
Sore harinya, Nuryati mendapat telepon dari Syamsudin yang dengan terbata mengabarkan pesawat yang ditumpangi suaminya jatuh dan terbakar. "Tumpahlah tangisku. Kata Syam, tim penyelamat sedang berusaha mengevakuasi jenazah para korban. Ya, Tuhan... jatuh dan terbakar? Pedih rasanya membayangkan itu."
Entah kenapa aku teringat teriakan yang siang tadi kudengar. Aku bertanya-tanya dalam hati, "Mungkinkah teriakan tadi adalah teriakan Mas Tiar? Kalau benar, pasti ia menanggung sakit selama dua jam itu. Astaghfirullah, mengapa ini harus terjadi kepadaku? Bagaimana nasib kedua anak kami," isak Nuryati yang selalu mengikuti perkembangan dari TKP.
Jenazah Tiar dibawa ke RS Salamun, Ciumbeuleuit, Bandung. Berdasarkan keterangan tim evakuasi, jenazah Tiar yang pertama kali berhasil diidentifikasi dan ditemukan di kursi penumpang paling belakang dengan kondisi tubuh utuh. Sedangkan sisanya, hangus terbakar.
"Lega sekali mengetahui suamiku tidak harus merasakan kesakitan karena terbakar hidup-hidup," ungkapnya yang saat itu tak kuat untuk memberitahu mertuanya di Makassar. "Apalagi Mas Tiar sempat janji akan mengunjungi mereka," sambungnya yang merasa sedih karena tak diizinkan melihat wajah suaminya untuk terakhir kali sebelum dikebumikan di TMP Kalibata.
Sepulang dari makam, Nuryati memandangi jalanan depan rumahnya yang masih hitam karena aspal baru. Suaminya yang mengaspal sendiri, Sabtu (4/4) lalu. "Sebetulnya jalannya belum terlalu rusak. Tapi Mas Tiar ingin sekali memperbarui aspalnya. Setiap kali ada tetangga lewat dan bertanya, Mas Tiar selalu menjawab,'Iya, biar rapi. Enggak enak, kan, kalau ada banyak tamu aspalnya kayak begini.' Kalau dipikir-pikir sekarang, dalam waktu dekat kami tak akan melakukan acara besar dan mengundang tamu banyak. Ah, mungkin doa sudah merasakan firasat dirinya akan segera meninggalkan kami. Selamat jalan suamiku. Semoga Allah bersamamu," ungkapnya.
KOMENTAR