Mulanya ia memesan langsung dari orang yang biasa membuat karoseri. "Tapi, kok, bentuknya kurang bagus. Lemari atau tempat tidurnya juga standar." Akhirnya, ia mendesain sendiri. Ambulans pertama, mobil jenis L300 untuk Krakatau Steel.
Dari situ, bisnis Sugiharto semakin berkembang. Mobil pribadi pun bisa dijadikan ambulans, seperti APV, Grand Max, Tavello, Serena. "Tidak mesti warna putih. Yang penting, ada sirene dan tulisan 'Ambulans'."
Ada tiga jenis desain ambulans yang dibuat Sugiharto, istimewa (delaks), standar, dan ekono (sederhana). Harga desain yang istimewa Rp 40 juta, lemarinya dilapisi akrilik, dengan lantai berlem antibakteri, kursi, dan tempat tidur. Yang standar Rp 30 juta dan ekono senilai Rp 7 juta, biasanya digunakan untuk puskesmas dan bidan. "Yang penting, ada tempat tidur angkat, tabung oksigen, dan bangku samping."
Dalam setahun, katanya, permintaan bisa mencapai 280 mobil. Biasanya antara Mei sampai Desember. "Pemerintah, kan, mengeluarkan anggaran sekitar bulan tersebut," ujar Sugiharto yang bisa mendapat pemasukan sekitar Rp 5 M per tahun. Jelas, modalnya juga besar. Sebab itu, ia bekerjasama dengan bank.
Yang menjadi kendala, saat harus melayani protes konsumen ketika desain ambulans tidak sesuai pesanan. "Biasanya, soal kecocokan warna cat. Padahal, awalnya semua sudah oke, tapi ternyata pemesan salah menulis nomor cat. Akhirnya kami harus mengganti lagi. Tapi lebih banyak sukanya, kok. Jadi banyak teman."
Kini Sugiharto berancang-ancang membuka rental ambulans. "Sudah ada dua ambulans yang bisa direntalkan. Biayanya Rp 13 juta per bulan, harian Rp 1 juta," kata Sugiharto yang suka meminjamkan ambulans gratis di lingkungan rumahnya.
Salah satu yang pernah memakai jasanya, Gugun Gondrong saat diterbangkan ke Singapura. Nah, untuk menikmati pelayanan Medic One, harus menjadi anggota dengan iuran hingga belasan jutaan rupiah per tahun.
Jasa ini, kata sang manajer operasional, Vivi alias Drg. D.G. Savitri Wairahadikusumah, MPH, adalah solusi praktis bagi orang yang sangat peduli dengan kesehatan. "Misalnya, ada anggota yang sedang hamil terserang flu, enggak perlu ke dokter. Tinggal telepon, akan kami beri jalan keluarnya. Daripada tanya kanan-kiri yang enggak jelas jawabannya. Atau ada dokter yang langsung datang ke rumah."
Sekali waktu, cerita Vivi, salah satu dari sekitar 700 anggotanya, mau melahirkan. "Dia sedang di mal saat itu dan saat menelepon, sudah bukaan satu. Kebetulan pula ia maunya melahirkan di Bogor. Kamilah yang menyiapkan segala keperluan, si ibu tinggal datang, enggak perlu repot mengurus deposit segala."
Selain itu, mereka juga memiliki misi terciptanya A Safer Jakarta. Paling tidak, 10 persen dari total masyarakat Jakarta menerima pelatihan dan memahami tata cara pemberian bantuan medis darurat agar dapat membantu menyelamatkan nyawa seseorang. "Kami membentuk komunitas save a life team dan mengajarkan secara gratis masalah kesehatan. Jadi, kalau ketemu orang yang jatuh di jalan, bukan hanya ditonton saja, tapi tahu apa yang harus dilakukan."
Noverita K. Waldan
KOMENTAR