Aku ikut apa kehendak Allah saja.
BAJU KOTOR PENGOBAT RINDU
Satu hal yang membuatku prihatin, putri sulungku sepertinya mengalami trauma.
Pernah, tiba-tiba dia minta diizinkan menangis karena takut aku tiba-tiba meninggalkannya, seperti ayahnya meninggalkan dia.
Ah, kasihan dia.
Di usia semuda itu, sudah harus kehilangan orang yang dicintainya.
Tapi inilah kenyataan hidup yang harus kami hadapi. Sepahit apa pun!
Tentang almarhum Mas Yoga, semua kenangan manis kami selama bersamanya, akan terus tertanam di hati.
Ia akan selalu ada dalam sanubariku dan anak-anakku.
Bahkan aku masih menyimpan satu tas baju kotor Mas Yoga sepulang bertugas beberapa hari sebelum kecelakaan.
Ceritanya, sebelum musibah itu, kami merayakan Idul Adha di Magelang.
Mas Yoga lalu kembali ke Jakarta karena harus membawa pesawat dari Surabaya dengan tujuan Manado.
Saat itu kunci rumah dibawa Mas Yoga. Ia berjanji sepulang dari Manado akan menjemput kami di Magelang, lalu ke Jakarta naik mobil bersama-sama lagi.
Tapi itu cuma rencana karena Tuhan berkehendak lain. Terjadilah kecelakaan itu.
Ketika aku dan anak-anak kembali ke Jakarta, pintu rumah pun harus didobrak karena tak ada kunci cadangan.
Aku menangis sekeras-kerasnya. Aku ciumi satu tas baju-baju kotor Mas Yoga yang belum sempat dicuci dengan sejuta perasaan yang tak menentu.
Saat itu, aku seperti tak ingin menghadapi kenyataan bahwa suamiku tercinta sudah meninggalkan kami.
Baju-baju kotor itulah yang sampai saat ini masih aku simpan sebagai pengobat rindu.
Kini aku dan anak-anak hanya bisa mengenang Mas Yoga sebagai suami dan ayah yang penyayang, sabar, dan penuh disiplin.
Sudahlah. Sekarang kami sudah tenang.
Terutama setelah mendengar kata-kata terakhir yang diucapkan Mas Yoga sebelum ajal menjemputnya.
Aku dan anak-anak yakin, Mas Yoga sudah tenang dan bahagia dia sisi-Nya.
RINI SULISTYATI
KOMENTAR