Tabloidnova.com - Tak sanggup menanggung malu, Elisa Agustriani Sembiring Meliala (14) memilih mengakhiri hidup dengan meminum racun hama tanaman. Sebelumnya, ia menjadi korban kekerasan seksual tetangganya sendiri.
Sedih, marah, kecewa, dan menyesal tergambar jelas dari raut wajah Rosmini Purba (46). Bulir-bulir air mata terus jatuh saat ia menceritakan banyak hal tentang putri keduanya, Elisa Agustriani Sembiring Meliala (14), yang diharapkan kelak akan mengubah nasib hidupnya.
Sayang, Elisa bernasib malang. Pelajar kelas I SMP itu menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan tetangganya sendiri pada 21 Mei lalu. Mencongkel kamar Elisa dengan obeng, pelaku berhasil masuk. Mulut Elisa dibekap, namun karena Elisa terus berontak, ia berhasil menjerit dan membangunkan seisi rumah yang kala itu sedang tertidur lelap.
Diduga karena tak sanggup menanggung malu, gadis hitam manis yang sehari-hari dipanggil “kopi susu” oleh para guru di sekolahnya ini akhirnya nekad meminum racun hama tanaman. Meski sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari, namun nyawa Elisa tak dapat diselamatkan. Elisa mengembuskan napasnya di hadapan kedua orangtuanya, 26 Mei lalu, dii Rumah Sakit Sembiring, Medan.
Bagi Rosmini, Elisa bukan hanya sekedar anak perempuannya, namun juga sahabat tempat dia menumpahkan segala keluh kesah. Sejak berpisah dengan ayah Elisa delapan tahun lalu, Romini memang harus berjuang sendiri membesarkan anak-anaknya. Dan sebagai anak perempuan tertua, Rosmini mengandalkan Elisa untuk menangani banyak hal. Membersihkan rumah, bekerja di ladang, dan tentu saja tempat bersandar Rosmini di hari tua nanti.
Elisa memang bukan anak perempuan biasa. Di usianya yang masih sangat belia, ia sudah bisa menangani semua urusan rumah tangga, dari mulai memasak, mencuci, dan menjaga adik-adiknya. Bahkan juga menjadi guru pengganti di sekolah minggu. Prestasi sekolahnya juga luar biasa. Dia selalu meraih juara umum di sekolah. Dia juga sangat pandai mengambil hati banyak orang, termasuk para gurunya. Bahkan waktu di sekolah dasar, ia tak segan membuatkan minuman bagi guru-gurunya di sekolah. Gurunya bilang, “Tangan Elisa sangat pandai meramu. Jadi kopi atau teh buatannya terasa lebih enak.” Patutlah jika guru – guru di sekolahnya menyanyanginya.
Elisa juga gadis yang sangat bertanggung jawab. Ketika ia harus dihadapkan pada tugas sekolah dan tugas rumah yang menjadi tanggung jawabnya, dia selalu bisa menyelesaikan kedua-duanya. Misalnya jika keesokan harinya ia punya tugas belajar kelompok dengan teman-temannya sehabis pulang sekolah, maka malam hari sebelumnya ia sudah menyelesaikan tugas rumah. “Malam-malam dia membersihkan rumah, mencuci piring, bahkan juga mencuci pakaian, supaya bisa pulang telat karena ada kerja kelompok di sekolahnya,” kata Rosmini.
Pun ketika Elisa punya waktu luang. Ia tak pernah membuang-buang waktu. Pulang sekolah, setelah membersihkan rumah ia langsung pergi ke ladang untuk membantu ibunya yang bekerja sebagai buruh tani.
Berpisah Demi Mendapatkan Pendidikan Terbaik
Tinggal di desa terpencil seperti Desa Kuta Gendit, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Tanah Karo tidak membuat Elisa pupus harapan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik. Setamat dari SD tahun lalu, Elisa merengek kepada ibunya agar bisa melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Desa tempat tinggal Elisa merupakan desa yang sangat terpencil. Di sana hanya ada SD. Elisa yang cerdas tak mau hanya mengenyam pendidikan SD. Kepada Rosmini, sang ibu, ia meminta disekolahkan di kota yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Melihat tekad anak gadisnya yang sangat kuat, Rosmini terpaksa harus rela melepas anak gadisnya. Ia menitipkan Elisa kepada abangnya yang tinggal di Kecamatan Delitua, Kabupaten Deliserdang. Karena nilainya yang cukup baik, Elisa berhasil diterima di SMPN 2 Timbang Lawang, Kecamatan Namorambe. Selama belajar di SMP ini, prestasi Elisa juga cukup baik. Ia masih tetap menjadi juara. Dan atas prestasinya itu sekolah memberikan beasiswa kepada Elisa.
Meski Elisa gadis yang periang dan suka bergaul, namun ia sangat membatasi diri bergaul dengan kaum laki-laki. Menurut Rosmini, ia kadang suka kesal jika menyuruh anaknya itu untuk membeli sesuatu di kedai kelontong yang posisinya harus melewati warung kopi yang banyak dikunjungi kaum lelaki. “Paling malaslah dia itu. Saya kadang suka marah dibuatnya. Tapi kalau disuruh yang lain, dia cepat. Tak usah disuruh-suruh pun sudah dikerjakannya. Tapi kalau harus melewati banyak laki-laki, dia paling tak bisa disuruh,” kata Rosmini.
Selain bersekolah, Elisa hanya menghabiskan waklu luangnya di rumah. “Dia anak yang sangat supel. Bisa masuk kemana saja. Tidak pernah merasa minder. Percaya dirinya kuat. Di setiap kegiatan sekolah dia selalu jadi pemimpin. Dia mahir berpidato di depan kelas. Ketika teman-temannya malu tampil, dialah yang selalu ditunjuk guru untuk menyampaikan kata sambutan,” kata Rosmini.
Karena telah terbiasa dengan kehadiran Elisa yang selalu membantunya, Rosmini sering merasa kehilangan. Tak heran, meski jarak tempuh rumahnya dengan rumah abangnya yang menjadi tempat tinggal Elisa cukup jauh dan memakan biaya dan waktu yang panjang, Rosmini selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi anak kedua dari empat bersaudara tersebut minimal sekali dalam sebulan. Bahkan jika rindunya tak tertahan dia bisa mengunjunginya Elisa dua kali sebulan.
“Elisa tuh orangnya manja. Meskipun sering bersikap seperti dewasa, dia masih mau minta peluk sama saya. Asal saya datang ke tempatnya, ia selalu minta dipeluk. Kadang saya suka bercandai dan bilang ’Sudah mau kawin aja pun masih minta peluk. Nanti saja peluknya sama suamimu.’ Eh, dia langsung marah. Kalau sudah marah, saya paling suka melihat mulut manyunnya. Lalu saya pun memeluknya,” kata Rosmini mengenang sng buah hati..
KOMENTAR