Tabloidnova.com - Setelah remaja terdakwa kasus pembunuhan karyawati EF (19), RA (16), membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (13/6/2016), hakim kini sedang memeriksa kasusnya dan akan menjatuhkan vonis lusa, Kamis (16/6/2016).
Pakar hukum pidana dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Eddyono, meminta agar Pengadilan Negeri Tangerang memeriksa secara cermat dan berhati-hati terhadap seluruh alat bukti yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke persidangan. Ia mendesak PN Tangerang tidak menutup kemungkinan terjadinya rekayasa kasus dalam perkara ini.
Hal ini dikarenakan salah satu tersangka, Rahmat Arifin (24) mengaku dipaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) hingga disiksa.
"Jangan sampai kasusnya jadi cemar karena pelakunya disiksa polisi. Kalau memang ada penyiksaan, hal ini bisa jadi masalah soal bukti yang diperoleh melalui penyiksaan, dan bisa jadi case baru ke polisinya," ujar Supriyadi melalui pernyataan tertulisnya, Selasa (14/6/2016).
Supriyadi menyoroti usia RA yang masih anak-anak dan harus menjalani peradilan khusus. Dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia menyebutkan bahwa anak berhak mendapat peradilan yang jujur dan adil. Jika haknya diabaikan, bisa membuka kemungkinan terjadinya peradilan sesat.
"Implikasinya terhadap anak sangat serius apabila dugaan adanya peradilan sesat ini tidak ditanggapi dengan serius oleh Pengadilan, karena kebebasan anak dapat mudah terenggut dan sekaligus menimbulkan stigma sosial di masa depan," ujarnya.
Baca juga: Yakin RA Tak Bersalah, Kuasa Hukum Minta Hadirkan Dimas Tompel
Supriyadi juga menyayangkan PN Tangerang tak menghadirkan ahli dalam menguatkan dakwaan jaksa. Kemarin, kuasa hukum RA menyatakan keberatan terhadap kebenaran dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum yang selama ini tidak diuji saat persidangan berlangsung.
Fakta-fakta yang dihadirkan selama persidangan selama ini hanya bersumber pada BAP. Seperti keterangan dokumen tertulis dari Puslabfor Polri yang menyatakan ada air liur, sidik jari, dan bekas gigitan yang mirip dengan struktur gigi RA pada tubuh EF yang hanya berdasarkan keterangan tertulis semata.
Padahal, pihaknya sudah meminta untuk menghadirkan saksi ahli, yakni pihak yang memeriksa langsung dan mendapatkan hasil pemeriksaan soal air liur, sidik jari, dan bekas gigitan itu, namun tidak dihadirkan.
Untuk itu, Supriyadi menilai hal ini dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memeriksa kasus RA. "Dugaan rekayasa kasus tidak boleh diabaikan karena tekanan publik," ujarnya.
Nibras Nada Nailufar / Kompas.com
KOMENTAR