Tabloidnova.com - Majelis hakim peradilan anak Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan vonis hukuman penjara sepuluh tahun kepada remaja terdakwa kasus pembunuhan karyawati EF (19) di Kosambi, yakni RA (16). Putusan itu ditetapkan pada sidang yang digelar hari Kamis (16/6/2016) pagi.
"Menimbang bahwa keterangan anak sesuai dengan kesaksian sejumlah saksi dan menimbang fakta yang terbukti di persidangan, serta unsur pembunuhan berencana telah terbukti menurut hukum, anak dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah, majelis hakim menyatakan, menjatuhkan pidana penjara sepuluh tahun," kata Ketua Majelis Hakim RA Suharni sambil mengetuk palu tiga kali.
RA dikenakan hukuman maksimal bagi terdakwa anak di bawah umur, yakni hukuman penjara sepuluh tahun, dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana sebagai pasal primer dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Namun, mengingat RA masih di bawah umur dan ketentuan pengenaan hukuman didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, ada pengecualian yang membuat terdakwa anak hanya dapat setengah dari ancaman hukuman maksimal orang dewasa, yakni sepuluh tahun penjara.
Sidang mengadili RA telah berjalan sejak Selasa (7/6/2016) lalu. Dalam perjalanan sidangnya, RA sempat membantah semua isi BAP (berita acara pemeriksaan) yang menerangkan bahwa dirinya telah berhubungan hingga membunuh EF.
Adapun dalam pengakuannya, RA menyebutkan dirinya sama sekali tidak kenal dengan EF, terlebih memiliki hubungan dengan EF. Kesaksian dua saksi mahkota yang juga adalah tersangka pembunuh EF, Rahmat Arifin (24) dan Imam Hapriadi (24), turut dihadirkan pada sidang mengadili RA.
Arifin melalui kesaksiannya ternyata membantah isi BAP dan mengungkapkan bukan RA yang hadir saat pembunuhan terjadi, melainkan seseorang bernama Dimas. Dalam pembacaan putusannya, Suharni menyebutkan, polisi telah menelusuri orang yang disebut sebagai Dimas, namun tidak ditemukan.
Adapun pertimbangan menjatuhkan vonis tersebut salah satunya didasarkan pada bukti sidik jari dari bercak darah pada dinding kamar mes tempat EF dibunuh, yang kemudian diketahui sebagai sidik jari RA.
Selain itu, bantahan RA terhadap isi BAP disebut hanya mengikuti alur cerita saksi mahkota Rahmat Arifin (24), dengan mengatakan, "ya, ya, ya," saja.
Begitu juga hasil tes DNA luka gigitan pada salah satu bagian tubuh EF identik dengan DNA milik RA dan satu tersangka lainnya, yaitu Arifin.
Sejumlah keterangan RA pun dianggap berbeda saat pemeriksaan oleh penyidik dengan ketika dia menyampaikan kesaksiannya di persidangan.
Salah satu perbedaan yang dimaksud adalah tentang cara pemeriksaan dilakukan, di mana saat bersama penyidik, pemeriksaan terhadap RA disebut dilakukan sendiri, sedangkan di persidangan, RA mengungkapkan pemeriksaan dilakukan bersama dengan dua tersangka lain, Arifin dan Imam Hapriadi (24).
Andri Donnal Putera / Kompas.com
KOMENTAR