Nova.ID - Pedangdut Saipul Jamil terbukti bersalah atas kasus grativikasi atau suap terhadap Panitera Jakarta Utara, Rohadi.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) berbanding terbalik dengan harapan Saipul Jamil sesaat sebelum persidangan digelar di Pengadilan Tindak Pudana Korupsi (TIPIKOR) hari ini, Rabu (19/7). JPU menuntut kurungan penjara selama 4 tahun terhadap Saipul Jamil.
Terdapat beberapa hal yang memberatkan Saipul Jamil atas kasus hukumnya. JPU menyebutkan Saipul Jamil tidak mendukung program pemerintah yang menentang segala bentuk tindak korupsi.
(BACA: Saipul Jamil Banyak Berdoa Jelang Pembacaan Tuntutan Dugaan Kasus Suap)
"Hal hal yang memberatkan, pertama terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme," kata Afni dalam ruang sidang Tipikor, seperti yang dikutip dari KOMPAS.com.
Selanjutnya, hal yang memberatkan Saipul Jamil adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak laki-laki. Berawal dari kasus pelecehan ini yang membawa Saipul Jamil juga terjerat kasus grativikasi.
"Yang kedua, terdakwa sedang menjalani pidana penjara terkait tindak pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur dengan kelamin yang sama berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara," lanjutnya.
Hal yang memberatkan lainnya adalah, Saipul Jamil menentang perbuatannya. "Yang ketiga, terdakwa tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya," lanjutnya.
(BACA: Soal Dugaan Suap Kasus Pencabulan Saipul Jamil, Begini Penjelasan Pihak PN Jakarta Utara)
Sementara itu, hanya ada satu hal yang meringankan Saipul Jamil yakni sikap kooperatifnya.
"Yang meringankan terdakwa kooperatif dalam persidangan," katanya.
Atas dasar itu JPU merasa yakin bahwa mantan suami Dewi Persik ini sudah memenuhi semua syarat untuk terbukti bersalah.
"Maka dengan terpenuhi dan terbuktinya seluruh syarat subjektif dan syarat objektif dari pasal-paaal yang dituduhkan, maka selayaknya terdakwa dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," tutupnya.
Saipul disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini berawal saat KPK menangkap tangan seorang Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi dan Berthanatalia pada Juni 2016 lalu. Rohadi dan Bertha ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) setelah terjadi penyerahan uang Rp 250 juta. (*)
KOMENTAR