Pada umumnya orang tua tak memperhatikan ukuran lingkar kepala bayi. Biasanya yang menjadi perhatian orang tua hanyalah berat badan si bayi, apakah si bayi sehat atau tidak, normal atau tidak, bagaimana pemberian makannya dan sebagainya. Namun sama sekali tak pernah terlintas di benak orang tua untuk menanyakan, "Berapa sekarang ukuran lingkar kepala bayi saya, dok? Apakah normal?"
Padahal, seperti diterangkan Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.AK, MMed., ukuran lingkar kepala juga tak kalah penting. Sebab, "Ukuran lingkar kepala berkaitan dengan volume otak," jelas staf neurologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo ini. Jadi, bila ukuran lingkar kepala si bayi tak pernah dipantau, maka orang tua tak akan pernah tahu apakah ukurannya normal atau tidak.
BERTAMBAH SESUAI USIA
Ukuran rata-rata lingkar kepala bayi ketika lahir adalah 34-35 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 0-3 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan.
Jika ukuran lingkar kepala bayi lebih kecil daripada ukuran normalnya, maka disebut kelainan mikrosefali. Sebaliknya, bila ukuran lingkaran kepala si bayi lebih besar daripada ukuran normalnya, dikatakan kelainan makrosefali. "Perbedaannya sebesar 2 standar deviasi dari ukuran normal," jelas Dwi Putro.
Biasanya kelainan mikrosefali dan makrosefali dibawa sejak lahir. Namun ada juga kasus-kasus mikrosefali atau makrosefali yang familial atau normal. Nah, yang normal ini biasanya orang tua si bayi juga memiliki lingkar kepala demikian. Misal, bayi dengan kelainan makrosefali, ternyata orang tuanya juga makrosefali. Itulah mengapa Dwi Putro menganjurkan, "Bila si bayi ukuran lingkar kepalanya di bawah atau di atas ukuran normal, maka sebaiknya diukur juga lingkar kepala orang tuanya."
Selain faktor familial, juga harus diperhatikan apakah ada-tidak kelainan saraf. "Kalau tak ada kelainan saraf, maka hal ini normal-normal saja, terutama untuk kelainan makrosefali," terang Dwi Putro.
NON FAMILIAL
Menurut Dwi Putro, hanya sebagian kecil kasus makrosefali yang familial. "Sebagian besar lainnya adalah makrosefali non-familial yang ada sebabnya. Misalnya, hidrosefalus, yaitu kepala besar karena cairan di dalam otaknya berlebihan. Atau bisa karena faktor-faktor lain seperti adanya tumor."
Karena itulah, ujar Dwi Putro, si bayi dengan kelainan makrosefali harus pula dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Sekalipun fisik si bayi bagus dan orang tuanya juga berkepala besar. "Sebab, kita, kan, tak bisa melihat fungsinya yang di dalam. Apalagi jika si bayi baru berusia 1 bulan, misalnya, fungsinya masih belum begitu tampak." Biasanya dengan pemeriksaan USG atau CT-scan akan bisa diketahui, misalnya, apakah memang ada kelebihan cairan di dalam otak.
Sedangkan kelainan mikrosefali bisa disebabkan gangguan perkembangan dan infeksi pada waktu ibu hamil seperti infeksi TORCH (toksoplasma, rubella, sitomegalo virus, dan herpes). "Bisa juga karena gangguan secara keseluruhan, pertumbuhan fisik dan lain-lainnya tak sempurna." Misal, bayi yang lahir kecil, dengan sendirinya kepalanya akan kecil. Atau karena faktor gizi atau ibu sakit sehingga nutrisi ke bayi kurang. Dengan sendirinya semua bagian tubuh si bayi juga akan kurang. "Ada juga yang fisiknya bagus dan hanya kepalanya saja yang kecil."
Yang juga harus dilihat pada kelainan mikrosefali adalah seberapa besar perbedaan ukuran lingkar kepala dibandingkan ukuran kepala yang normal. "Karena ini bisa mempengaruhi kemampuan otak bayi. Kalau perkembangan otak nggak sempurna, dengan sendirinya kemampuan masing-masing bagian otak juga nggak sempurna. Ini akan berpengaruh pada kemampuan intelegensi, kemampuan motorik, kemampuan emosi, sosial, dan sebagainya."
2 TAHUN PERTAMA
Selama dua tahun pertama, terang Dwi Putro, merupakan masa penting. Karena proses perkembangan otak berlangsung sangat cepat selama masa tersebut. "Berat otak pada waktu lahir rata-rata 350 gram. Pada usia 1 tahun, volume otak 1000 gram dan pada usia 2 tahun beratnya 1200 gram." Sedangkan volume otak orang dewasa hanya 1400 gram pada pria dan 1250 gram pada wanita. "Jadi bisa dibayangkan, dalam waktu 0 sampai 2 tahun, perkembangan otak luar biasa."
Itulah mengapa Dwi Putro menganjurkan agar setiap kali imunisasi, ukuran lingkar kepala si bayi juga harus dikontrol. "Apabila pada saat kontrol diketahui lingkar kepala si bayi ukurannya sudah di bawah atau di atas garis normal, sebaiknya segera harus dieksplorasi," katanya.
Selain itu, dalam fase ini orang tua juga harus menjaga agar jangan sampai si bayi mengalami kelainan atau penyakit yang bisa merusak sel-sel otak. Misal, infeksi radang otak, hidrosefalus, tumor, infeksi susunan pusat yang lain, benturan, dan sebagainya. "Ini semua bisa menghambat perkembangan otak," tukasnya.
Yang tak kalah penting ialah melakukan pencegahan sejak dini untuk menghindari terjadinya kelainan-kelainan di atas. Misalnya, konseling sebelum menikah dan sejak merencanakan untuk punya anak. "Lakukan kontrol secara teratur. Sehingga kalau ada kelainan bisa dideteksi sedini mungkin." Misalnya, infeksi TORCH. Selain rajin kontrol, sang ibu juga harus bisa menjaga kesehatan dan makanan yang dikonsumsinya selama hamil. "Kalau ini dilakukan secara teratur, dengan sendirinya tumbuh kembang bayi akan sempurna," ujar Dwi Putro.
Si Kepala Air
Kepala air atau hidrosefalus merupakan suatu gejala dari berbagai proses di dalam kepala yang menyebabkan terkumpulnya cairan otak secara berlebihan di dalam rongga ventrikel pada otak. "Penyebabnya antara lain, terganggunya aliran cairan otak karena penyumbatan, penyerapan kembali cairan otak yang tak memadai di dalam kepala, atau karena produksi cairan otak yang berlebihan," terang Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.AK, MMed.
Hidrosefalus dibagi 2, yaitu hidrosefalus non-komunikans (tersumbat) dan hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus non-komunikans terjadi karena ada penyumbatan di tempat tertentu di dalam otak, di jalan sempit yang dilalui cairan otak waktu mengalir keluar dari rongga ventrikel otak. "Ini biasanya karena kelainan bawaan, tumor, dan infeksi."
Sementara hidrosefalus komunikans disebabkan penyerapan cairan otak yang tak memadai di tempat penyerapannya (rongga subarahnoid). "Penyebabnya bisa karena kelainan bawaan atau didapat, misalnya setelah sakit radang selaput otak (meningitis) atau perdarahan di bawah selaput otak."
Produksi cairan otak yang berlebihan dapat disebabkan karena tumor, meski jarang. Beberapa infeksi di dalam kandungan juga dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Biasanya infeksi ini terjadi pada kehamilan muda sampai trimester kedua.
Gejala yang dapat ditemui pada seorang anak dengan hidrosefalus tergantung penyebabnya serta umur penderita. "Bila penyebabnya kelainan bawaan, gejalanya didapati saat belum lahir atau pada masa bayi." Bila gejala timbul saat bayi di kandungan, bayi tak dapat lahir tanpa pertolongan khusus. Bahkan, kadang-kadang sudah meninggal di kandungan.
Bila gejala timbul pada masa bayi, tampak pertumbuhan lingkar kepala yang cepat membesar. Karena itu, penting sekali pengukuran besar lingkaran kepala bayi secara periodik untuk dibandingkan dengan standar normal besar lingkar kepala.
Sebelum penderita berusia 2 tahun, gejala utama hidrosefalus biasanya adalah pembesaran kepala. "Bila terjadi setelah usia 2 tahun, pembesaran kepala tak jelas lagi karena sutura kepala telah rapat. Yang tampak adalah gejala saraf lain karena adanya tekanan di dalam kepala yang meningkat," jelas Dwi Putro.
Gejala hidrosefalus sebelum didapatinya ukuran kepala yang membesar ialah bayi mengalami kesulitan dalam menerima makanannya, mudah menangis, muntah-muntah, dan perkembangan yang terlambat. Kemudian, ubun-ubun memonjol dan tegang, pembuluh darah balik (vena) kepala membesar, mata tampak seperti matahari terbenam dan sering disertai juling, perbandingan besar kepala yang tak sesuai (dahi sangat lebar, bentuk kepala seperti segitiga terbalik), dan akhirnya kepala tampak membesar sekali. "Kepala ini kalau diketuk seperti suara pot pecah," ujarnya.
Pada keadaan ini, lanjut Dwi Putro, "Biasanya anggota gerak, terutama tungkai bawah/kaki menjadi kaku, kesulitan makan bertambah, dan anak menjadi lemah secara progresif." Tetapi, banyak juga penderita hidrosefalus yang tak menunjukkan gejala-gejala ini sampai jelas tampak adanya kepala yang membesar secara nyata. "Kalau ditemukan gejala-gejala seperti ini, sebaiknya segera bawa ke dokter, supaya dapat dilakukan pemeriksaan secara teliti," ujar Dwi Putro.
Hasto Prianggoro/nakita
KOMENTAR