1. Memahami mengapa anak mencuri
Seperti berbohong, "mencuri" merupakan istilah orang dewasa yang mungkin tak berarti apa-apa bagi anak-anak. Permen yang tergenggam di kepalan setelah melalui kasir, atau mobil mainan yang ada dalam saku anak empat tahun setelah bertamu, bukanlah bukti anak Anda berbuat nakal. Bagi anak prasekolah, posesi dapat berarti kepemilikan. Dalam pikiran, mereka memiliki hak atas apa pun dalam yang dapat diambil. Anak di bawah empat tahun mengalami kesulitan membedakan antara "milikku" dan "milikmu." Semuanya berpotensi jadi "milikku." Mereka tidak tahu menggenggam permen di toko adalah mencuri. Mereka hanya mengetahuinya setelah Anda memberi tahu. Dan dalam pikiran anak, ini bukan sebuah kesalahan sehingga orang tua berhak memberikan penilaian.
Banyak anak usia prasekolah tidak dapat menahan dorongan terutama soal kepemilikan. Ketika mereka melihat mainan (dan merasa harus memilikinya) mereka dapat membawanya tanpa menyadari tindakannya benar atau tidak. Alih-alih rasa bersalah, mereka merasa lega keinginannya terpenuhi. Semakin impulsif, semakin besar kemungkinan anak terdorong memiliki barang yang bukan miliknya.
Anak berusia lima hingga tujuh tahun kerap mengelak dari kesalahan mencuri. Kendati sebenarnya mereka paham konsep kepemilikan dan hak milik. Mereka juga telah mengetahui kenyataan jika seluruh dunia bukan milik mereka dan mencuri barang yang bukan milik mereka adalah perbuatan yang salah.
Sayangnya, pada usia ini anak justru dapat menjadi seorang pencuri yang pintar. Mereka takut hukuman orang dewasa namun belum paham benar tentang moralitas.
Hentikan sang pencuri kecil, dan ajarkan jika kekeliruan ini bukanlah hal kecil. Mereka perlu belajar, jika kejujuran merupakan hal kecil yang akan membuka jalan kesuksesan kelak mereka dewasa. Seorang anak harus belajar mengendalikan dorongan hasratnya, menahan diri, dan menghormati hak-hak orang lain.
2. Praktek parenting
Anak-anak yang dekat dengan orangtua kerap lebih sensitif, dan mereka juga mampu memahami serta menghormati hak-hak orang lain. Mereka dikatakan memiliki kematangan mental lebih baik dalam usia yang masih dini. Anak-anak ini mampu merasakan perasaan menyesal ketika melakukan kesalahan sehingga mereka lebih berhati nurani.
Lebih mudah mengajarkan nilai-nilai ketika pola pengasuhan terhadap anak juga tepat. Anak-anak akan memiliki kemampuan berempati dan memahami dampak tindakannya terhadap orang lain ketika memiliki komunikasi yang baik dengan orangtuanya. Cobalah beri waktu yang cukup pada anak, untuk mencegah penyimpangan perilaku. Selain berguna memantau perkembangan anak, kedekatan juga mampu memelihara kepercayaan anak-orangtua. Beberapa pengalaman membuktikan, akibat hubungan orangtua-anak yang kurang dekat dapat memicu anak suka berbohong, mencuri dan berbuat curang.
Orangtua yang dekat dengan anak juga umumnya memiliki kemampuan membaca isyarat bahasa wajah dan tubuh sehingga mampu mengungkap perilaku tersembunyi anak. Hubungan orangtua-anak, karenanya, dianggap lebih efektif ketimbang memberi nasihat dan menanamkan nilai-nilai.
3. Beri pelajaran tentang keuangan
KOMENTAR