Bagaimana upaya Anda memasarkan Taqilla?
Saya mencoba masuk ke berbagai department store terkenal. Saya sendiri yang datang sekaligus membawa contoh produk. Sayang, tidak ada yang mau menerima. Sampai akhirnya saya menemui pengelola Plaza Semanggi, Jakarta Selatan. Saya diterima, tapi hanya mendapat sedikit tempat yaitu di stand kereta yang berukuran 2 x 1 meter. Wadah HP dan tas laptop saya pajang di sana.
Pelan-pelan dagangan saya mulai laku. Sayang, ketika plaza ada acara, tempat jualan saya sering dipindah-pindah. Pokoknya, penjualannya mirip jet coaster. Kemarin laku banget, hari berikutnya turun drastis. Karena saya pindah-pindah, otomatis pembeli juga bingung mencari. Apalagi, saya pernah juga dapat tempat yang kurang strategis.
Wah, susah dong?
Memang kalau seperti itu terus, susah berkembang. Itu sebabnya, saya memberanikan diri untuk membuka toko, meski sewa per bulan cukup mahal, yakni Rp 16 juta. Sangat berbeda dengan sewa kereta yang hanya Rp 500 ribu. Tapi Tuhan memberikan jalan. Tiba-tiba saja tanah warisan keluarga yang semula susah laku, berhasil terjual. Saya pun dapat modal usaha untuk buka toko pada November 2007.
Untuk memperkenalkan toko, saya membuat brosur dan saya bagi-bagikan pengunjung mal. Ternyata enggak gampang. Banyak yang setelah terima brosur, langsung dibuang ke tempat sampah. Mereka enggak sempat baca. Saya ganti strategi dengan menyebarkan brosur di food court. Lumayan, sambil makan, mereka bisa membaca. Pelan-pelan mulai ada pembeli yang datang.
(Untuk pemasaran, Taqilla juga membuka jaringan pertemanan lewat Facebook. Taqilla memposisikan diri sebagai sosok virtual seorang desainer tas).
Apa sih, kelebihan tas laptop Anda dibandingkan produk lain?
Rata-rata pembeli mengatakan, tas ini dibuat dengan passion. Tas ini bukan mass product, tapi craft. Ada sisi art yang digarap. Satu lagi, Taqilla punya garis desain yang simpel. Inilah yang membuat pembeli suka. Banyak orang asing yang datang ke toko. Komentar mereka positif. Katanya, tas ini bagus. Bahkan di negaranya pun masih jarang.
Anda sendiri, apakah aktif mengikuti perkembangan mode?
Saya memang sering membaca majalah mode untuk mengetahui perkembangan tren, tapi saya tetap mempertahankan ciri khas Taqilla. Sebagai tas fashion, setidaknya sebulan sekali saya mengeluarkan desain baru. Masih soal desain, saya juga sering dapat masukan dari pelanggan.
Nah, karena saya banyak berurusan di bidang manajemen, mulai dari mengurus keuangan, workshop, toko, pemasaran, dan seterusnya, maka saya merekrut karyawan yang khusus menangani desain. Dia bikin desain, lalu ditunjukkan pada saya. Sering juga desain kami diskusikan bersama-sama. Lama-kelamaan, dia sudah paham desain yang saya inginkan.
Berapa, sih, harga produk Taqilla?
Wadah HP harganya Rp 60 ribu, sedangkan tas laptop Rp 400 ribu-an. Belakangan ini saya mencoba membuat tas laptop dari bahan tenun ikat. Saya ingin memadukan craft dengan teknologi. Untuk jenis ini harganya lebih dari Rp 1 juta. Khusus tas tenun, saya titipkan di Alun-Alun Grand Indonesia. Sayang, prospeknya belum kelihatan. '
Bagaimana rata-rata hasil penjualan?
Terus bertumbuh. Sebulan bisa seratusan tas terjual. Selain retail, saya sering juga dapat pesanan dari perusahaan. Sekali pesan bisa sampai 200-an tas. Memang, sih, untuk pesanan corporate ini tidak menguntungkan dari sisi brand, tapi sangat menolong untuk ajang promosi. Saya makin yakin produk Taqilla mampu bersaing. Untuk menembus institusi, kan, persaingannya tinggi. Ketika kami dipilih, berarti produknya memang bagus.
Saya bangga ketika Taqilla dipilih BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional) untuk mengikuti Indonesia Trade Expo di Hall A, Kemayoran. Taqilla dianggap salah satu produk berpotensi. Kala itu, banyak buyer yang datang. Ternyata, Taqilla salah tempat. Mereka mencari furniture, bukan fashion. "Produk Anda bagus, sayang bukan bisnis saya," komentar mereka. Namun, dari situ saya yakin, kualitas Taqilla memang bagus.
Apa upaya untuk langkah pengembangan?
Sekarang, saya masih dibantu 7 perajin ditambah staf kantor yang totalnya 15 orang. Untuk mengembangkan produk, tahun ini saya butuh 30 perajin untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dulu, department store yang menolak Taqilla, sekarang malah banyak yang minta kami untuk masuk. Tentu saja, saya harus memperbesar produksi. Tahun ini juga saya mencoba untuk menjajal pasar luar negeri.
Anda sibuk sekali mengurus usaha, bagaimana dengan keluarga?
Kebetulan workshop saya dekat dengan rumah. Saya mengurus kantor sambil mengawasi anak-anak, Muh. Radian Suriaatmaja (15) dan Fatima Zahra (7). Tentu usaha ini didukung suami, Munadi Suriaatmaja. Dia bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi.
Henry Ismono
Foto-foto: Fadoli Barbathuly/NOVA
KOMENTAR