"Dia terus menangis sepanjang hari. Dia sering terbangun pada malam hari dan kerap kesulitan bernapas," tambah dia.
Selain itu, terus bertambahnya bobot Aliya juga memberatkan perekonomian keluarga miskin ini. Sebab, jumlah makanan yang disantap Aliya juga tiga kali lipat dari anak-anak seusianya.
Parveen dan suaminya memiliki satu anak lain, yaitu Ali, yang berusia lima tahun. Tak seperti adiknya, Ali berbobot normal, tetapi tak bersekolah karena tidak ada biaya.
Sebelumnya, pasangan ini juga memiliki seorang putri bernama Simran. Dia meninggal dunia saat berusia satu setengah tahun akibat kondisi serupa dengan Aliya. "Simran masih makan pagi. Saya pergi bekerja saat itu lalu mendapat kabar bahwa Simran sakit dan darah mengalir dari mulutnya," kenang Saleem.
"Kami bergegas membawanya ke rumah sakit, tetapi nyawanya tak terselamatkan," lanjut Saleem.
Akibat pengalaman buruk itu, Saleem dan Parveen khawatir kondisi serupa akan menimpa Aliya, apalagi bobot tubuh Aliya terus bertambah.
Satu hal yang membuat Parveen dan Saleem bahagia adalah Aliya menjadi kesayangan seluruh warga desa. "Seluruh warga desa mencintai dia. Anak-anak juga selalu datang dan bermain dengan dia meski hampir tak ada yang bisa menggendong dia," kata Parveen.
Kompas.com/Ervan Hardoko
KOMENTAR