Meski mahir gambar, ia tak pernah ikut lomba. Barulah ketika masuk SMA, bungsu dari tiga bersaudara ini ingin serius menekuni dunia gambar. May sampai mengikuti kelas akselerasi agar cepat lulus, lalu memanfaatkan kelebihan waktunya untuk memelajari desain grafis di Digital Studio College (DSC). Setelah lulus dari DSC, May mendapat tawaran kerja.
"Ibu mendukung, yang penting aku bertanggung jawab dengan pilihanku," tuturnya. May pun bekerja sebagai art director di sebuah agensi iklan selama 2 tahun. Ia juga sempat bekerja di rumah produksi dan label rekaman AKSARA. "Aku senang sekali bekerja di label rekaman. Aku berani mengeksplorasi desain, kreativitasku di sana tidak dibatas i. Respon mereka terhadap karyaku sangat positif."
Namun, dengan pertimbangan ingin bekerja sendiri, May nekat keluar. Sempat ia frustasi lantaran tak langsung dapat orderan. Untungnya, salah satu kakak May merilis album relaman bersama band-nya, SORE. May sukarela membantu membuat sampul kaset. Tak lama, banyak pihak menawarkan kerjasama.
Sekarang karya May sudah bisa dinikmati di mana-mana, puluhan jumlahnya. Selain SORE May menangani sampul album Ape on the Roof dan NAIF. Di luar ilustrasi sampul album, ia mengerjakan poster film Cinta Terlarang dan Maskot , juga beberapa poster event perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. "Menjadi kontributor di beberapa majalah juga pernah, misalnya Majalah Rolling Stone dan Majalah Komikku (Malaysia ). Sekarang project yang sedang kugarap ada tiga, dua diantaranya poster film dan sebuah packaging product," tuturnya yang ingin membuat graphic novel.
Cita-cita lain ? "Di Indonesia, perempuan illustrator sudah lumayan banyak. Hanya saja biro iklan sering memperlakukan mereka sebagai tukang gambar saja, bukan dipekerjakan karena konsep karyanya. Mentok-mentok gambar storyboard doang, jarang banget gambarnya dipakai sebagai hasil akhir sebuah karya. Anggapan itu yang ingin kuubah."
Ester Sondang
KOMENTAR