Berangkat dari hobi, Sanny dan Linda membuat situs pertemanan khusus bagi orang Indonesia. Tak disangka, sambutan yang didapat sangat luar biasa. Terakhir, tercatat lebih 75 ribu orang anggota di situs jaringan sosial yang mereka namakan FUPEI (Friends Uniting Program Especialy Indonesian).
Sejak diperkenalkan pertama kali ke umum pada Mei 2004, FUPEI berani tampil beda dengan menyediakan ruang gerak untuk kegiatan pertemanan bagi penggunanya secara interaktif. Akibatnya, aktivitas pertemanan anggota FUPEI yang disebut pembuatnya, Sanny Gaddafi, SSi. S.Kom, MM (28) dan Fu Marlinda Yumin (24), sebagai Fupeis tak terhenti di layar komputer saja.
Bagaimana awal pembuatan FUPEI?
Sanny (S) : Awalnya saya bertanya-tanya, kenapa situs jaringan pertemanan seperti Friendster bisa berkembang besar seperti sekarang. Sebagai programmer dan web developer, saya merasa tertantang, bagaimana Friendster yang menurut saya sangat biasa-biasa saja bisa berkembang seperti itu. Akhirnya saya membuat sendiri situs jaringan sosial. Selain menyalurkan hobi bikin web, dengan FUPEI saya berharap dapat menambah portofolio.
Mengapa situs ini dikhususkan untuk orang Indonesia?
S : Awalnya memang kami ingin membuat situs ini untuk internasional. Tapi, kalau kami taruh situs ini di server luar negeri, akses dari Indonesia akan lambat. Belum lagi karena memakai server luar, orang Indonesia harus membayar bandwidth. Padahal FUPEI punya orang Indonesia.
Jadi, kami memilih menggunakan server Indonesia. Dengan begitu, biaya bandwidth tidak ada sama sekali. Konsekuensinya, member luar negeri susah untuk aksesnya. Kita tetap hemat dari segi biaya karena biayanya lebih murah, sekaligus membantu Internet Service Provider lokal.
Linda (L) : Selain alasan teknis seperti yang Sanny berikan, kami fokus ke Indonesia setelah melihat Friendster mulai memasuki pasar Indonesia dengan menyediakan akses dengan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Dari situ bisa terlihat bahwa pasar Indonesia sangat besar. Dengan begitu, kami ingin fokus ke Indonesia saja.
Apa tanggapan orang ketika FUPEI diluncurkan?
S : Sangat bagus, bahkan pertambahan anggotanya cepat sekali, padahal tanpa promosi. Kami enggak punya modal untuk melakukan promosi. Jadi bisa dibilang, kami bergerak secara gerilya. Dengan begitu saja, kami bersyukur sekarang sudah ada 75 ribu Fupeis yang tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 91 persen adalah orang Indonesia yang tinggal di Indonesia, sisanya orang luar negeri.
Dua tahun setelah diluncurkan, kami mulai dilirik investor dari dalam dan luar negeri yang ingin mengembangkan situs ini. Dari situ kami tersadar, apa yang kami lakukan ini ternyata mempunyai value. Itu jadi motivasi saya untuk terus mengembangkan FUPEI.
L : Sejak tahun 2006, sudah ada 4 investor yang menghubungi kami untuk membeli FUPEI. Sayangnya tawaran yang mereka berikan sangat kecil, bahkan enggak bisa menutup cost yang sudah kami keluarkan pada dua tahun awal. Karena itu, sampai sekarang kami belum memutuskan investor mana yang kami setujui.
S : Ada satu investor yang memberikan penawaran bagus, bahkan kami sempat bekerjasama. Sayangnya, di perjalanan bussiness plan yang sudah disepakati bersama berubah. Mereka mempunyai konsep yang berbeda soal apa yang kami harapkan untuk FUPEI. Akhirnya kita cut kerjasama itu.
Sekarang kami masih terus mencari investor yang punya soul FUPEI, sehingga dapat membawa FUPEI menjadi website lokal terlengkap. Tak hanya untuk social networking, tapi juga sebagai tempat untuk menunjukkan kreativitas.
Apakah tidak membuat member pusing dengan banyaknya feature yang disediakan?
S : Kami memang tidak berharap member menggunakan semua feature yang kami sediakan, tapi kami menyediakan apa yang mereka inginkan. Mau denger musik, ada. Nonton video, bisa. Ingin chatting, bisa di chat room.
Apa yang Anda lakukan untuk terus menjaring anggota baru?
S : Hingga saat ini, saya bersama Linda, dengan masukan dari rekan-rekan dan Fupeis terus menambah dan memperbaiki konsep FUPEI. Diantaranya menambah feature baru. Sekarang, feature FUPEI lebih lengkap dari situs jaringan pertemanan lain. Di antaranya membuat konsep FUPEI dengan bahasa daerah dan menyediakan feature Games.
Jadi, meski buatan Indonesia FUPEI, tidak kalah lengkap. Bahkan mungkin lebih baik karena kami lebih memahami anggota kami yang sama-sama orang Indonesia. Jadi, kami mudah beradaptasi sehingga mudah diterima.
L : Karena itu, hubungan Fupeis menjadi sangat akrab dan solid. Mereka beberapa kali mengadakan berbagai kegiatan. Sampai pernah dibuat acara gathering di 5 kota yang terpisah dalam waktu bersamaan. Hebatnya, semua itu bukan kami yang buat, tapi Fupeis sendiri. Kami berdua datang juga sebagai anggota, bukan owner atau panitianya.
Biasanya apa yang dilakukan ketika gathering?
L : Setiap bulan Ramadhan kita buka puasa bersama dan sahur on the road. Pernah juga rafting, mancing, touring kendaraan bermotor, nonton bareng atau bakti sosial. Tergantung keinginan Fupeis. Sebisa mungkin kalau diundang kami datang. Gathering terjauh yang pernah kami ikuti di Yogya. Kalau datang ke gathering di luar negeri, enggak ada ongkosnya... hehe.
Ada kejadian yang menarik selama perjalanan FUPEI?
L : Banyak. Salah satunya kami berdua pernah didatangi Fupeis dari Belanda dan mentraktir kami berdua. Ternyata alasannya karena lewat FUPEI dia bisa bertemu calon istrinya yang ada di Bandung.
Kejadian seperti itu pernah beberapa kali terjadi. Ada seorang Fupeis yang menunjukkan apresiasinya terhadap FUPEI dengan menancapkan bendera FUPEI di puncak Gunung Everest. Saya sangat tersentuh dengan cerita-cerita itu. Apa yang kami buat ternyata sangat dihargai dan berguna bagi orang lain.
S : Hubungan kami dengan Fupeis juga sangat baik. Contohnya, terjemahan bahasa pengantar FUPEI dari Inggris ke bahasa Indonesia atau ke bahasa daerah bukan kami yang mengerjakan, tapi berkat kreativitas Fupeis sendiri. Fupeis yang mengerjakan semuanya secara gotong royong. Sekarang kami sudah memiliki 5 bahasa pengantar selain Bahasa Inggris, yaitu bahasa Indonesia, Betawi, Jawa, Sunda, dan Padang. Yang masih dalam progress adalah bahasa Palembang, Bugis, Batak, Gaul, dan Papua. Enggak menutup kemungkinan, ke depannya bisa dibuat pengantar dengan bahasa Cinta Laura.
Terlebih dengan program kami yang berkonsep Web 2.0, yaitu website yang di-generated oleh pengguna. Jadi, komunikasi bisa terjalin secara dua arah. Itulah kekuatan FUPEI. Saya percaya, secanggih apapun sebuah web, kalau tidak ada pengguna tidak berarti apa-apa. Itu sebabnya, motto FUPEI adalah Without friends, we're nothing!
Selain itu?
S : Banyak member kami yang bangga FUPEI milik orang Indonesia. Ada member kami, ibu-ibu dari Belanda, telepon ke kita bilang bahwa dia bisa berbahasa Indonesia lagi setelah belajar dari FUPEI.
Dari mana Anda membiayai operasional situs ini?
S : Memang biaya operasional-nya bagi kami mahal. Sejauh ini masih dibiayai dari kantong sendiri. Memang ada pemasukan dari iklan, tapi belum continue, jadi masih suka nombok. Makanya, kami masih terus mencari investor yang mau bergandengan tangan bersama kami.
Bagaimana tanggapan orangtua?
S : Sebagai anak pertama dari dua bersaudara, saya memang dituntut orangtua untuk langsung bekerja di sebuah perusahaan. Karena sudah terlalu dalam di FUPEI, kami akan berusaha mendapatkan penghasilan dari sini.
Pembagian tugas dalam mengelola situs di antara kalian berdua bagaimana?
L : Saya mengurusi bagian non teknis, karena memang enggak ada latar belakang teknis. Latar belakang saya finance.
Kira-kira mungkin enggak kedekatan bisnis ini akan berkembang ke urusan cinta?
L : Memang kami berdua sudah pacaran, kok. Ketemunya di Friendster, karena itu kita kemudian punya keinginan untuk membuat situs jaringan sosial FUPEI ini.
Kapan akan menikah?
L : Belum tahu. Kami masih mikir-mikir bagaimana caranya mengundang 75 ribu orang Fupeis (Linda dan Sanny tertawa sambil saling berpandangan).
Apa yang Anda lakukan untuk mengisi waktu luang?
S : Biasanya jalan-jalan, tapi agak susah cari waktunya. Saya enggak bisa meninggalkan FUPEI. Kalau pun pergi, tetap bawa laptop. Kalau enggak bawa laptop, cari warnet terdekat.
Edwin Yusman F.
KOMENTAR