Sebagai Kepala Bidang Uji Klinik dan Penelitian Laboratorium Klinik Prodia, wanita 38 tahun ini bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sebuah uji klinik untuk mendapatkan hasil lab yang akurat.
Banyak pengalaman menarik ia dapatkan, mulai dari menangani sampel darah manusia sampai darah hewan, termasuk mendengarkan curhat pasien.
Apa yang dimaksud uji klinik?
Uji klinik itu penelitian pada subyek manusia (klinis) untuk menemukan atau memastikan efek klinik (efek terapi) maupun adanya efek yang tidak diinginkan dari suatu obat atau produk lainnya. Uji klinik tidak terlepas dari peran serta lab klinik, seperti Prodia ini. Kita akan memberikan data hasil laboratorium yang nantinya akan diolah oleh peneliti untuk membuat laporan hasil uji klinik dari suatu protokol penelitian.
Nah, tugas saya mengkoordinir dan memantau serta mengevaluasi pelaksanaan aspek lab dari tiap uji klinik di seluruh cabang Prodia. Mulai dari bagaimana pasien diambil sampelnya sampai hasil lab dikeluarkan, sesuai eenggak dengan protokol yang diminta sponsor atau dokter.
Apakah cuma obat yang diuji klinik?
Sebetulnya eenggak cuma obat yang diuji, bisa juga produk lain misalnya susu atau suplemen. Tergantung sponsor atau penelitinya, produk apa yang akan diteliti. Biasanya peneliti atau sponsor akan memberikan protokol (acuan penelitian) terutama aspek lab-nya ke kita. Di situ disebutkan, pasien akan diapain. Setelah itu, baru kami lakukan pemeriksaan laboratorium, misalnya ambil darah sebelum diintervensi (baseline) kemudian periode follow up-nya, dan seterusnya, dan setiap tahap ini (visit pasien) selalu dievaluasi hasilnya (interpretasi hasil lab).
Nah, hasil laboratorium ini akan menjadi data yang akan memengaruhi kesimpulan peneliti, apakah obat tersebut memiliki efek yang sesuai dengan hipotesis atau bagaimana efek sampingnya, dan sebagainya. Jadi, bukan produk atau obatnya yang kita uji, tapi efeknya ke manusia. Klien kami kebanyakan perusahaan farmasi dan CRO (contract research organization). Selain itu, kami juga membantu dokter-dokter yang akan melakukan penelitian untuk study-nya. Sampai sekarang sudah ada lebih dari 200 protokol uji klinik yang kami lakukan.
Dasar untuk menyelenggarakan uji klinik itu apa?
Semua orang yang terlibat dalam uji klinik harus berpedoman pada GCP (good clinical practice) atau CUKB (cara uji klinik yang baik). Itu dasar menyelenggarakan uji klinik. GCP itu semacam panduan kita, disamping GLP (good laboratory practice) yang sudah kita buat dalam bentuk SOP.
Dalam GCP terdapat misalnya dokumen/arsip harus dikelola dengan baik, harus jujur, dan sebagainya. Di GCP, semua aspek disentuh, dari sponsor atau klien yang punya dana sampai ke masalah keamanan subyek penelitian atau pasien. Sehingga hampir semua karyawan di bidang saya telah lulus GCP course, termasuk yang ada di cabang-cabang.
Sebagai penyelenggara uji klinik, apakah Anda tahu produk yang diuji?
Sebenarnya lab adalah salah satu bagian yang terlibat dalam uji klinik, dan bukan satu-satunya yang menyelenggarakan. Ada yang tahu ada yang eenggak, karena sponsor ada yg mau memberikan protokol ada juga yang disamarkan, mereka hanya kasih prosedur lab-nya saja.
Para subyek atau pasien itu basicnya apa?
Tergantung kasus. Kalau yang diteliti obat untuk penyakit hepatitis B misalnya, ya pasiennya penderita hepatitis B.
Mereka tahu enggak diteliti untuk obat apa?
Harusnya tahu. Secara etik, peneliti harus menjelaskan ke pasien (semacam informed consent). Tapi ini bukan wilayah kami, ini wilayah peneliti. Kami tidak punya kewajiban untuk memberitahu pasien. Itu sepenuhnya tanggung jawab peneliti (dokter ahli). Peneliti inilah yang merekrut subyek penelitian (pasien). Pasien juga harus tandatangan, harus setuju ikut penelitian. Kalau keberatan, mereka tidak perlu tanda tangan dan tidak perlu datang dilibatkan dalam pemeriksaan laboratorium.
Bolehkah pasien berhenti, tidak melanjutkan uji klinik?
Sebenarnya boleh-boleh saja, kapanpun mereka mau, karena disebutkan dalam informed consent. Tapi sekali lagi, ini adalah wilayah peneliti. Memang idealnya, diharapkan pasien ikut sampai selesai. Soalnya, sayang data yang sudah diambil kalau berhenti di tengah jalan.
Biasanya kenapa mereka berhenti?
Saya tidak punya data pasti, namun terkadang mereka suka curhat juga ke kami. Ada yang bilang capek, soalnya uji klinik kan, ada yang waktu bertahun-tahun. Ada yang mengeluh karena efek samping obatnya mengganggu, ada juga yang kerepotan karena terlalu seringnya diambil darah (walupun sebelumnya mereka sudah pernah diinformasikan). Ada juga yang mengeluh kendala di ongkos. Jadi, kita juga ikut memotivasi mereka supaya bertahan. Atau kami kasih saran juga ke peneliti untuk jalan keluarnya.
Peran peneliti sendiri dimana?
Peran mereka sangat besar, sebelum, selama dan sesudah penelitian. Mereka merekrut subyek penelitian. Setelah penelitian, mereka harus mengolah hasil, dan sebagainya. Terkadang, kami diberi pertanyaan mengenai hasil pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan misalnya setahun yang lalu, pada saat peneliti mengevaluasi hasil pemeriksaan laboratorium secara keseluruhan.
Di sini kami akan mengecek kembali back up sample yang ada dan turut men-trace kembali kondisi saat itu. Di sinilah gunanya pengelolaan dokumen yang baik sehingga semua masalah dapat ditelusuri, bahkan hingga 5 tahun ke belakang atau sesuai yang diminta oleh sponsor.
Peneliti juga harus orang yang expert di bidangnya, interest ke penelitian, dan independen. Enggak boleh diambil dari perusahaan farmasi bersangkutan, misalnya. Kebanyakan mereka adalah dokter-dokter yang ahli dibidangnya.
Ada enggak, sih, kendala yang Anda hadapi?
Yang jelas, kami harus memberikan hasil yang benar-benar akurat. Soalnya, kami bisa di-sue untuk hasil yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Misalnya, seharusnya hasil laboratorium positif, tetapi kami mendeteksi negatif. Makanya, kami benar-benar menjaga dan menjamin hasil itu benar, dari mulai tahapan pre-analitik, analitik hingga ke pasca-analitik, dari mulai kondisi pasien saat diambil darah hingga kondisi alat dan reagen yang kami gunakan harus semua memenuhi persyaratan, agar dapat diperoleh hasil yang akurat tadi.
Interpretasi hasil laboratorium juga harus benar, sesuai enggak dengan tema atau protokol penelitian yang ada. Kami harus melihat kolerasi hasil pemeriksaan lab yang satu dengan lainnya terhadap protokol penelitian. Memang, data laboratorium bukan satu-satunya data untuk membuat laporan hasil uji klinik dari peneliti karena mereka punya data pendukung lainnya, tapi sebagian besar sangat tergantung kepada hasil laboratorium.
Rumit, ya?
Rumitnya uji klinik ini karena tiap proyek biasanya menginginkan penanganan yang kadang berbeda dengan standar kami pada umumnya. Misalnya mereka minta agar nilai rujukan dimunculkan sesuai referensi yang mereka punya, atau malah tidak ingin dimunculkan. Ada juga yang minta satuan hasil lab (unit) yang bukan standar kami, dan ada yang minta logistik khusus untuk mengambil dan mengelola sampel pasiennya. Pokoknya, macam-macam dan tergantung protokolnya. Kami memang harus peka terhadap permintaan yang customized seperti ini. Itu yang bikin ribet uji klinik atau penelitian dokter lainnya.
Omong-omong, kenapa tertarik masuk bidang farmasi?
Saya tertarik masuk ke farmasi karena pertama memang suka ilmu eksakta dan matematik. Kalau pilih kedokteran agak males, soalnya banyak hapalannya. Eh, ternyata setelah di farmasi, hapalannya lebih parah. Ditambah lagi ilmu kimia yang njlimet. Tahun 1994 saya masuk Prodia, sampai kemudian masuk uji klinik tahun 2001.
Hobi lain Anda?
Biasanya, saya pakai waktu luang untuk karaoke atau jalan-jalan sama suami, M. Hasyim Barizi yang saat ini menjadi importir bahan-bahan baku untuk industri kosmetik , kimia & farmasi, dan 3 anak-anak saya, M. Rayhan Alifinzi (6), M. Rafinzi Arraja (5), dan M. Riefky Gharinzi (3). Pokoknya, hari Minggu total buat keluarga.
HASTO PRIANGGORO
KOMENTAR