Menurut dr. Yudisianil E. K., Sp.M dari RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, gangguan penglihatan mata anak bisa dibedakan berdasarkan usia. Pada anak usia sekolah, yang banyak terjadi adalah kelainan refraksi, yaitu kelainan sistem optik mata.
"Seharusnya bayangan benda yang dilihat jatuh di makula retina, tapi itu tidak terjadi. Sehingga perlu dilakukan koreksi dengan lensa berbentuk kacamata, supaya bayangan bisa jatuh tepat di retina," kata Yudisianil.
Selain pada anak usia sekolah, gangguan penglihatan juga bisa terjadi pada bayi baru lahir. Salah satu penyebabnya adalah katarak. Selain itu, yang sekarang sedang ramai adalah kelainan retina, terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah (misalnya bayi prematur) dan mendapat suplai oksigen tinggi.
"Tapi tidak selalu bayi dengan berat badan lahir rendah kemudian diberi oksigen, lalu terjadi kelainan mata," terang Yudisianil.
Kelainan refraksi juga bisa terjadi karena faktor keturunan. Faktor ini harus dipikirkan, karena mata anak sedikit banyak mengikuti tipe mata orangtuanya.
"Kita harus curiga seorang anak perlu diberikan koreksi kacamata apabila ia mengalami gangguan penglihatan terutama pada anak yang kedua orangtuanya berkacamata, khususnya kelainan dengan koreksi lensa minus (myopia)," lanjutnya.
Selain myopia, juga bisa terjadi kelainan dengan koreksi lensa positif (plus), atau yang disebut hypermetropia. "Ada lho, anak-anak yang harus dikoreksi dengan lensa positif. Ini banyak yang tak terdeteksi. Kalau yang minus, banyak ditemukan dan deteksi dininya mudah."
Selain myopia dan hypermetropia, kelainan refraksi mata lainnya adalah astigmatisme. Pada myopia, bayangan jatuh di depan retina, tapi fokusnya tetap satu. Pada hypermetropia, fokusnya satu tapi jatuhnya di belakang retina.
Sementara pada astigmatisme, fokusnya tidak satu tetapi ada beberapa, sehingga koreksinya dengan lensa silinder. "Untuk kemudahan pembuatan, biasanya dibuat dalam bentuk silinder minus."
Terlalu Cepat Membaca
Gejala ketiga kelainan mata ini umumnya hampir sama, yakni penglihatan jauh tampak buram. Namun, kelainan seringkali tak terdeteksi, karena anak masih bisa melihat dengan sebelah mata.
"Mata, kan, kiri dan kanan. Jadi, misalnya yang minus hanya sebelah, anak masih bisa melihat dengan satu mata yang baik. Maka, kalau mau mengecek matanya, sebaiknya periksa satu persatu."
Khusus untuk anak hypermetropia, gejala biasanya ditambah dengan tak tahan lama membaca dekat (buku atau komik) dan cepat merasa pusing. Deteksi paling mudah adalah orangtua melakukan observasi di rumah.
"Kalau anak menonton teve selalu jaraknya dekat, harus hati-hati. Bisa saja ia tak bisa melihat jelas kalau tidak dekat, sehingga harus mendekatkan mata ke teve atau obyek yang sedang ia perhatikan. Gejala lain, sakit kepala, mengeluh matanya sakit, atau sering memiringkan kepala ke kiri atau ke kanan, atau menyipitkan kelopak mata saat melihat."
KOMENTAR