Sebagian besar orang menentukan jumlah premi bulanan berdasarkan tingkat kemampuan atau sisa uang setiap bulan. Padahal, cara ini tak sepenuhnya tepat. Seharusnya, besaran premi ditentukan melalui penghitungan tingkat risiko, usia, jenis kamar dan rumah sakit yang dikehendaki, dan riwayat kesehatan keluarga. Gaya hidup seperti kebiasaan merokok pun dapat memengaruhi besaran premi.
Bila informasi sudah terkumpul, akan dilakukan penghitungan menggunakan rumus yang berbeda di setiap perusahaan. Artinya, sebelum mengajukan asuransi kesehatan, pastikan pelayanan kesehatan yang diinginkan. Kemudian, barulah ada penghitungan keuntungan lain untuk turunannya. Di antaranya, harga operasi kecil, sedang, dan besar, juga pemeriksaan dokter.
Dikibuli Janji
Jangan terbuai janji manis produk asuransi. Lebih baik, bandingkan macam-macam asuransi, baca polisnya dengan benar, dan pilih yang sesuai kebutuhan.
Asuransi jiwa, misalnya, berfungsi melindungi pihak yang menjadi tanggungan apabila kita meninggal dunia. "Jadi selama masih single dan tidak memiliki tanggungan atau tak memiliki penghasilan dan keuangan keluarga semua bergantung pada pasangan, tak perlu asuransi jiwa," tegas Aidil. Sebaliknya, ia menyarankan penghasilan disimpan untuk investasi. "Itu akan lebih berguna," tambahnya.
Atau, asuransi critical illness yang hanya membayarkan bila kondisi suatu penyakit sudah kritis. "Standar kritis setiap perusahaan bisa berbeda, ini yang perlu diperhatikan," ujar Aidil.
Sayangnya, orang hanya fokus pada berapa banyak penyakit yang dapat dilindungi oleh asuransi ini. "Misalnya, pada perusahaan X, asuransi baru bisa diklaim apabila kanker sudah stadium empat, serangan jantung hingga klepnya berhenti, atau stroke hingga lumpuh. Bila kondisinya belum mencapai tingkat tersebut, tidak bisa diklaim," papar pemilik akun Twitter @AidilAKBAR ini.
Annelis Brilian
KOMENTAR