Apakah si kecil Anda mirip Tomi? Tangisannya keras, sulit dibujuk, dan kerap disertai perilaku meronta-ronta. Dalam piskologi, itulah ciri-ciri bayi yang memiliki emosi berlebihan, terutama bayi di bawah 6 bulan. Ditambah lagi, tidurnya juga gelisah. Sedangkan, pada bayi yang lebih besar (9-12 bulan)--- dimana kemampuan motorik halus dan kasarnya sudah semakin baik---tampak ciri sangat aktif bergerak dan bila marah suka membuang-buang barang. Ia pun suka berteriak-teriak bila keinginannya tidak terpenuhi.
Jangan kaget, bisa umumnya bayi emosional ini memiliki temperamen sulit (difficult child) atau tak mudah menyesuaikan diri (slow to warm up). Ini berkaitan erat dengan emosinya yang mudah naik turun (moody).
Bayi dengan temperamen sulit akan rewel bila bertemu dengan orang yang tak dikenal dan menimbulkan rasa takut, lingkungannya dirasa tidak nyaman, atau keinginannya tidak terpenuhi. Mengapa sampai muncul sifat sepeti itu? Salah satunya karena faktor genetik. Jadi harap maklum bila ada pepatah air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Orangtua yang mudah meledak-ledak, bisa jadi bayinya kelak akan memiliki karakter yang (hampir) sama. Untuk itu, tak ada salahnya bila kita melakukan refleksi diri, apakah memang selama ini kita mudah bersikap emosional atau tidak.
TIDAK SELALU GANGGUAN
Namun tak perlu khawatir, pada bayi di bawah 6 bulan, emosi seperti ini bukanlah suatu gangguan alias masih tergolong wajar. Mengapa? Karena ia memang belum mampu mengungkapkan keinginannya sehingga menangis merupakan satu-satunya cara ia berkomunikasi. Semakin tak dipahami, tangisannya akan semakin keras ditambah perilaku meronta-ronta tentunya, dan itu normal saja.
Justru di sinilah dituntut kepekaan dari orangtuanya. Karena hanya orangtualah yang mengerti keinginan si kecil. Apakah mungkin ia menangis karena kebutuhan makannya yang belum tercukupi, haus, merasa tidak nyaman karena popok basah, atau mungkin ia ke-gerahan? Bila penyebabnya diketahui dan segera dipenuhi, umumnya emosi bayi pun dapat dikendalikan.
Selanjutnya, jika emosi yang berlebihan ini bertahan hingga bayi berusia lebih dari 6 bulan, maka bersikaplah waspada. Semestinya sikap emosional sudah lebih jarang muncul karena bayi telah mengenal lingkungannya dengan (lebih) baik. Apalagi bila tangisannya yang keras itu tidak ada penyebab pastinya; misal ia tidak sedang sakit, tidak lapar, tidak haus, popoknya tidak basah, sebaiknya orangtua mengonsultasikan hal ini pada ahli untuk mendeteksi apakah ada gangguan pada bayi atau tidak.
BISA DIMINIMALKAN
Nah, menangani bayi yang memiliki karakter sulit memang perlu kesabaran ekstra. Ada beberapa trik untuk menghadapinya. Namun pada intinya cara-cara ini adalah untuk memenuhi kebutuhan emosinya, kenyamanan dan keamanannya.
1. Berikan pelukan dan belaian sayang.
Namun, cermati dulu penyebab tangis sang bayi. Bila ia menangis lantaran popoknya yang basah, ia tentu tidak perlu pelukan. Yang ia butuhkan adalah kita mengganti popok basah tersebut dengan popok kering. Nah, bila ia menangis lantaran bosan atau mengantuk, pelukan dan belaian sayang mampu menimbulkan rasa aman dan nyaman padanya. Dengan kata lain, pelukan dan belaian memang dibutuhkan bayi.
KOMENTAR