Memahami "Yang Terbaik"
Anak bisa saja belum terlalu matang untuk memilih dan orangtua hanya menginginkan yang terbaik untuk anak. Namun akan sangat disayangkan jika orangtua justru menutup kemungkinan anak untuk berkembang di bidang lain. Ingat, orangtua tidak selalu tahu yang terbaik. "Seringkali kita atau orangtua hanya "merasa" tahu yang terbaik," ujar Vera.
Bicara mengenai makna terbaik pun agak sulit. Bagi Vera, "Bukan terbaik namanya jika anak menjalaninya dengan terpaksa dan tidak bahagia. Akan sia-sia juga jika seorang ibu memaksakan anak untuk menjalani sesuatu yang menurut sang ibu adalah hal terbaik."
Jalan tengah sebelum menentukan yang terbaik untuk anak adalah dengan menanyakan pada diri sendiri dulu sebelum mengungkapkan sesuatu pada anak. "Apakah ini kemauan pribadi saya atau memang untuk kepentingan anak? Selain itu kenali anak dan banyak mendengarkan anak sehingga orangtua juga tahu apa keinginan anak," papar Vera.
Pertanyaan ini pula yang dituliskan oleh Amy di bab-bab terakhir bukunya. Pemicunya, Lulu marah besar di Moskow sampai hati Amy terluka. "Saya membayangkan berjam-jam dan bertahun-tahun kerja keras, pertengkaran, sakit hati, dan kesengsaraan yang telah kami derita. Untuk apa?"
Menilik pengalaman Amy Chua, terlihat betapa pentingnya memberikan anak kesempatan untuk didengar dan memilih, "Anak membutuhkan kesempatan untuk membentuk konsep diri dan kehidupannya sendiri sehingga dia pun berhak untuk melihat pilihan-pilihan apa saja yang ada". Tugas ibu, lanjut Vera, adalah memaparkan pilihan tersebut dan konsekuensinya sehingga anak tidak salah pilih.
Sebenarnya daripada memaksakan kehendak, masih ada cara lain supaya orangtua dan anak bisa mencapai win-win solution. "Komunikasi yang baik di mana orangtua atau ibu dapat menyampaikan apa yang diharapkan dari anak tapi juga membuka peluang bagi anak untuk menegosiasikan keinginan-keinginannya," ujar Vera.
Artinya, orangtua harus mengutarakan harapan untuk anaknya disertai alasannya. Contohnya, mengatakan "Ibu khawatir sekali kalau kamu belum sampai di rumah selepas pukul delapan malam" daripada, "Pokoknya kamu tidak boleh pulang malam-malam." Dengan demikian, anak tidak mempersepsikan harapan sebagai batasan atau larangan.
Belajar dari Kegagalan
"Orangtua China menuntut nilai sempurna karena mereka yakin bahwa anak mereka mampu mendapatkannya," tulis Amy Chua dalam bukunya. Baginya nilai A- adalah kegagalan yang memalukan atau seapik apa pun permainan musik kedua anaknya, selalu saja ada "cacat" yang terdengar oleh Amy. Profesor di bidang hukum ini percaya, hasil sempurna akan membuat anak-anaknya lebih kuat dan lebih termotivasi. Padahal menurut Vera, anak juga membutuhkan apresiasi atas usahanya dalam mencapai sesuatu, "Tuntutan yang terlalu tinggi akan membuat anak merasa tertekan dan kehilangan kepercayaan diri."
Meski demikian, Vera tak setuju jika anak dibiarkan tak belajar dari kesalahannya. "Saya setuju anak perlu belajar dari kesalahan. Jadi orangtua sebaiknya "don't rescue too much". Anak harus belajar mandiri termasuk belajar dari kesalahannya sendiri agar dia tahu bagaimana melakukannya dengan benar," ungkap Vera. Misalnya seorang ibu yang bersusah payah kembali pulang untuk mengambilkan PR (pekerjaan rumah) anaknya yang ketinggalan di rumah, padahal Si Anak sudah diingatkan. Akibatnya, anak menjadi tidak belajar untuk lebih cermat menyiapkan PR-nya. "Toh akan ada orang lain yang menyelesaikan masalahnya," ucap ibu dua anak ini.
Saat anak mengalami kegagalan, orangtua juga harus menerima sebagai pembelajaran anak bukan kegagalan Anda sebagai orangtua. Yang sering terjadi adalah orangtua merasa gagal juga. "Orangtua menanggapinya terlalu emosional. Anak mendapatkan nilai buruk dalam ujiannya, ibu merasa kurang becus membimbing anak belajar," tutur Vera. Intinya jangan menghukum diri sendiri ketika anak mengalami kegagalan. Ingat, sebagai orang dewasa dari mana Anda mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, atau bagaimana melakukan sesuatu dengan benar? "Itu semua karena orang dewasa termasuk orangtua telah melewati pengalaman hidup baik pengalaman berhasil maupun pengalaman melakukan kesalahan," pungkas Vera.
Astrid Isnawati
KOMENTAR