Sebetulnya, menurut Retno, secara awam pun bayi atau anak bisa merasakan situasi yang berbeda karena pertengkaran tersebut. Bisa saja meski wajah orang tuanya bermanis-manis, tersenyum ataupun tertawa, tapi sentuhan mereka pada si bayi terasa tegang dan tak santai. Itulah yang membuatnya tampak "paham" dan akibatnya gelisah.
Erwin menambahkan, antara anak dengan orang tua terdapat getaran-getaran gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap sebagai sinyal-sinyal. Dengan begitu, meski orang tua tidak berada di dekat anak, jika terjadi sesuatu pada diri orang tuanya, maka anak dapat merasakan pula. Gelombang elektromagnetik orang tua-anak ini menyebar dan bekerja seperti halnya gelombang elektromagnetik radio yang bisa ditangkap pesawat radio di tempat yang jauh sekalipun.
Menurut Erwin, tak salah kalau ada kebiasaan orang tua yang membawa selembar pakaian anak kala bepergian jauh. Katanya untuk obat penawar rindu. "Cara-cara seperti itu sebetulnya bisa menjadi sarana untuk tetap ada kontak dengan anaknya. Bukan karena di baju itu ada bau si anak atau orang tuanya, tapi karena getaran dari ayah atau anak pada sarana tersebut tetap ada, tidak hilang."
Kalau anak diselimuti dengan baju atau sarung bapaknya, maka dengan sarana itu anak bisa tetap merasakan keberadaan bapaknya. Begitu pula jika yang pergi adalah ibu. Ini merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang sangat menguntungkan, apalagi karena bayi memang belum bisa bicara. Beruntung kalau dengan jaringan teknologi, jarak itu bisa diperkecil dan komunikasi verbal bisa tetap dilakukan. Misalnya, melalui telepon, sehingga suara orang tua bisa sampai ke telinga anak untuk menambah kedamaian dan rasa tenangnya.
DIASAH DENGAN KASIH SAYANG
Hanya saja menurut Erwin, kemampuan intuisi ini pada setiap anak bisa saja berkurang. "Sebetulnya, kecerdasan rohani ini bisa berkembang bila porsinya seimbang dengan kecerdasan jasmani. Hanya saja seringkali orang lebih memperkembangkan jasmaninya dengan segala macam stimulasi otak. Hal itu memang penting tapi hendaknya tetap seimbang dengan memberdayakan rohaninya."
Stimulasi terhadap kecerdasan spiritual (SQ), kata Erwin, harus sudah dimulai sejak usia bayi, bahkan mungkin sejak di kandungan. Caranya dengan memberikan kasih sayang atau kasih dan damai yang tulus kepadanya. Setelah bayi tumbuh dan berkembang, lalu ia dapat menggunakan jasmaninya. Saat itu pula ia mulai dikenalkan dengan aturan yang boleh dan yang tidak, yang akan meningkatkan kecerdasan emosinya (EQ). Namun, kasih sayanglah modal awalnya. Bila keterpautan anak dengan orang tua ini berjalan baik, maka perasaan anak dengan keduanya akan selalu lekat.
Anak yang banyak menerima kasih sayang tulus, murni, dan universal nantinya akan mampu membagikan kasih sayang itu kepada orang lain. Sebaliknya, jika orang tua kurang melimpahkan kasih sayang, selain nantinya ia tidak bisa menyayangi orang lain, maka intuisinya juga tumpul. Ia tidak tahu seperti apa rasanya kasih sayang, jadi bagaimana bisa memberikannya kepada orang lain.
ORANG TUA-ANAK SALING BELAJAR
"Komunikasi suara yang mampu dilakukan bayi pertama kali adalah menangis. Apakah itu karena lapar, haus, popoknya basah, gatal digigit serangga, merasa terancam, atau sekadar ingin ditemani. Jika ia menangis, orang tua pun akan mencari tahu penyebabnya dan memberikan respons. Bagaimana respons itu diberikan, sangat berpengaruh pula pada anak," ungkap Retno.
Bayi terutama sekali belajar dari ketersegeraan respons yang didapatnya dari lingkungan. Jadi, kepekaan itu sebetulnya juga bisa terbentuk berdasarkan goodness of fits atau bagaimana kebutuhannya itu dapat menyatu dengan respons yang diberikan secara tepat.
Lingkungan yang cukup peka akan segera tahu kebutuhan dan keinginan si bayi dan segera memberikan respons yang diinginkan. Bila kebutuhannya selalu segera terpenuhi, anak pun akan terpuaskan. Pengaruhnya kelak, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, dan tak sulit.
Jika bayi kerap menerima respons yang tidak memuaskan, maka besar kemungkinan ia tumbuh menjadi anak dengan pribadi yang sulit. Namun, dampak ini tak harus selalu berlanjut, bila jalinan hubungan orang tua-anak segera diperbaiki.
Dedeh
KOMENTAR