---
Cerita tentang sepotong kejujuran juga datang dari Andi, mahasiswa semester 4 di Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Tiap hari pukul 06.00, ia meluncur dari rumahnya di kawasan Bantul, menembus belasan kilometer menuju kampusnya, UNY di kawasan Sleman. Dengan mengendarai motor, Andi menerobos pagi sambil membawa ribuan tahu bakso matang.
Cerita Andi, sejak dirinya menjadi mahasiswa UNY, ia membawa tahu bakso olahan ibunya untuk dijual ke kampusnya. Berhubung ia harus mengikuti perkuliahan hingga sore, boks berisi tahu ia tinggal begitu saja. "Di samping boks tahu ada kaleng bekas biskuit kosong yang saya lubangi untuk tempat uang. Pembeli boleh ambil tahu lalu memasukkan uangnya ke kaleng. Selesai kuliah sore hari saya tinggal ambil boks tahu. Ternyata habis dan uangnya terkumpul," paparnya.
Sejak saat itulah teman-teman kuliahnya tertarik membantunya berjualan. Boks-boks tahu itu diletakkan di lain fakultas. Sejak saat itu pula kantin kejujuran berdiri di 7 titik hingga hari ini. Beruntungnya Andi karena Fakultas memberikan sedikit tempat buat jualan. "Setelah itu banyak teman lain juga ikut-ikutan buka kantin kejujuran," lanjut Andi.
Teman-teman Andi semasa ospek yang kini jadi partner bisnisnya ada 4 orang. "Mereka membantu saya dengan berbagai motivasi. Ada yang hasilnya untuk membelikan susu keponakannya yang piatu, ada pula yang ingin punya uang jajan sendiri," terang Andi yang bulan lalu kehilangan ibunda tercintanya yang tiap hari mengolah tahu. "Setelah ibu meninggal, usaha tahu di rumah tetap jalan karena ada karyawan yang terus bekerja," terangnya.
Di kampus, Andi menjadi juragan tahu. Teman-temannya mengambil tahu dengan harga Rp1.200 per tahu. "Mereka jual Rp 1.500, jadi untung Rp300 per tahu, dikalikan jumlah tahu yang laku terjual. Lumayan juga pendapatan mereka."
Untuk Andi sendiri rata-rata per hari bisa menjual 1.200 tahu bahkan lebih kalau sedang ada pesanan. "Uang itu sampai di rumah saya setorkan ke Bapak."
Bintang, teman yang membantu Andi berjualan, mengakui sering ada ketidakcocokan antara jumlah uang yang diperolehnya dengan tahu yang "menguap" dari boksnya. "Mungkin ada yang makan dan lupa belum bayar atau sengaja tidak membayar. Jadi perolehan uangnya tidak cocok. Yang selalu cocok antara jumlah pendapatan dengan jumlah tahu yang dibeli, hanya di Jurusan Olahraga. Mungkin ini ada hubungannya dengan jiwa sportivitas olahragawan," sela Bintang.
Karena itu Andi mengambil kesimpulan, kejujuran itu sulit. "Harus tumbuh dari lubuk hati. Kalau di Jurusan Olahraga selain perolehannya cocok, kadang malah uangnya lebih. Dari berjualan tahu, tabungan saat ini sudah terkumpul Rp20 juta. Saya ingin naik haji," tegas anak bungsu dari 4 bersaudara ini.
Dari keuntungan jualan tahu, Andi sudah bisa membeli sebuah laptop idamannya untuk membantunya belajar. Sementara Bintang, mengaku senang bisa jualan tahu karena hasilnya bisa untuk foto copy dan jajan.
Rini Sulistyati
KOMENTAR