Kontak tubuh yang terjadi saat menggendong bayi dapat memberinya rasa aman dan nyaman. Agar tak berdampak negatif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Menggendong terutama dilakukan saat kita hendak menidurkan, menenangkan, atau menyusui bayi. Dalam gendongan yang merupakan kontak kulit dengan orang tua, bayi akan merasa aman, nyaman, dan merasakan sentuhan kasih sayang orang tua. "Memiliki rasa aman sangat berguna untuk perkembangan anak yang akan datang. Kelak dia akan tahan secara psikis terhadap stres-stres yang ada," kata dr. Asti Praborini, SpA, dari RS MH Thamrin Internasional, Salemba Jakarta yang juga salah seorang pengurus IDAI Jaya.
Memang, lanjut Rini, "secara psikis ada hubungan antara kedekatan bayi dengan orang yang sering menggendongnya. Antara lain, karena bayi dapat mengenali aroma tubuh orang yang kerap menggendongnya. Sebaliknya orang tua yang tidak pernah menggendong bayinya, tidak akan memiliki kedekatan dengannya."
PERHATIKAN POSISI
Dalam menggendong bayi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain posisi menggendong. "Bila bayinya masih kecil sekali, mungkin di bawah 4 bulan, tentunya si bayi digendong dengan posisi terbaring. Bayi baru lahir hingga usia 3 bulan belum mempunyai keseimbangan yang baik. Leher, punggung dan kaki belum bisa dengan baik menyangga tubuhnya, sehingga ketiga bagian ini harus mendapat topangan di saat kita menggendongnya.
"Sebaiknya, satu tangan dipakai untuk menahan bokong bayi dan tangan lainnya menyangga punggung, leher, dan kepala. Kalaupun menggendongnya dengan menggunakan jarit perlu sering-sering dilihat bayinya. "Dikhawatirkan, posisi bayi berubah tanpa ketahuan sehingga membahayakan," kata Rini.
Biasanya, setelah usia bayi 3 bulan, leher dan punggung bayi sudah kuat dan tegak, sehingga bayi siap digendong dengan posisi lain. "Orang tua bisa menggendongnya di samping, sambil kaki si kecil melingkari pinggul ibu/ayah. Biasanya cukup ditopang bagian pinggangnya, sebab kepala dan punggungnya sudah kuat," ujar Rini.
Menggendong anak di pinggang dengan kaki mengangkang tak berbahaya, kok. Juga tak ada hubungannya dengan kaki berbentuk X atau O. Kelainan bentuk kaki seperti itu sudah didapat sejak lahir, bukan karena salah menggendong. Hanya saja memang, kalau bayi memiliki kelainan tulang atau penyakit-penyakit tulang khusus, semisal kerapuhan tulang, menggendong seperti ini akan memperparah keadaannya. Begitu juga dengan cacat panggul bawaan."
MENGHINDARI "BAU TANGAN"
Yang jelas, digendong bisa jadi kebiasaan. Bukankah bayi merasa nyaman dan aman. Orang mengistilahkannya "bau tangan", jika tak digendong, ia akan rewel, tak bisa tidur atau gelisah. Masalah seperti ini, menurut Rini, umumnya terjadi pada bayi-bayi yang tinggal dengan keluarga besar seperti nenek, kakek, tante, om, dan sebagainya karena mereka sering ikut menggendongnya secara bergantian.
Lain hal kalau bayi tinggal hanya dengan keluarga inti atau ayah ibu yang keduanya bekerja. Biasanya, kepada pengasuh di rumah mereka mewanti-wanti agar jangan membiasakan bayinya digendong terlalu lama. "Jadi, apakah nantinya anak jadi manja, tak mandiri dan terbiasa digendong, sebetulnya berpulang pada pola asuh keluarga itu sendiri," simpul Rini.
Ia pun menyarankan, agar anak tetap merasa aman dan nyaman meski tanpa kebiasaan digendong, sebaiknya orang tua tidak melepaskan anaknya sama sekali. Menggendong tetap bisa dilakukan pada saat-saat tertentu seperti sedang rewel, menangis, mimpi buruk, atau sakit. Ini penting untuk membangun rasa amannya, jadi jangan tidak pernah digendong sama sekali. Sebaliknya, jangan juga terlalu memanjakan. Terutama kalau bayi sudah bisa merangkak, orang tua tak perlu sering menggendongnya.
KOMENTAR