Tak ada istilah menang dan kalah dalam hubungan paling intim suami-istri. Gunakan langkah-langkah antisipatif agar pasangan tak selalu orgasme lebih dulu.
Fenomena kalah-menang selagi melakukan hubungan suami istri seolah sudah melekat dalam masyarakat. Makanya, tak sedikit suami yang merasa kalah sekaligus bersalah bila dia lebih dulu mengalami ejakulasi, sementara istrinya masih berada dalam taraf pemanasan, atau sebaliknya.
Padahal, tukas dr. Nugroho Setiawan, MS., kalah-menang dalam hubungan suami istri hanyalah istilah awam. "Sementara secara ilmiah atau medis, istilah tersebut tidak ada," ujar pakar seks dari RS Internasional Bintaro, Tangerang, Banten. Nugroho lantas berasumsi bahwa istilah kalah-menang ini muncul karena ada anggapan idealnya orgasme dicapai secara bersamaan, "Sehingga ketika suami atau istri mencapai puncak kenikmatan lebih dulu dari pasangannya, yang bersangkutan akan merasa gagal alias kalah."
Benarkah kaum pria pada dasarnya lebih cepat mencapai orgasme? Di atas kertas, ujarnya, "Kaum pria memang lebih mudah terangsang, sehingga lebih cepat pula mencapai fase puncak. Terutama pria muda usia atau pasangan yang baru menikah, di mana peralihan dari fase normal ke fase puncak umumnya dicapai dalam waktu relatif amat singkat. Baru melihat istri berpakaian minim saja, sang suami sudah langsung terangsang."
Kalau sudah sedemikian terangsang, berarti suami sudah siap melakukan penetrasi yang selanjutnya akan segera diikuti fase ejakulasi. "Tanpa dibarengi tenggang rasa dan keinginan untuk belajar menahan diri, sudah pasti pria akan mencapai puncak kenikmatan lebih dulu."
PROSES ALAM
Lebih lambatnya wanita mencapai fase puncak, ujar Nugroho, bisa dipahami mengingat organ-organ seksualnya tidak seluruhnya berada di luar tubuh seperti halnya pada pria. Itulah mengapa pola kehidupan seksual kaum Hawa relatif lebih lambat dibanding kaum Adam. Hanya saja wanita "diuntungkan" dengan kemampuannya untuk tidak segera kehilangan sensasi-sensasi rangsangan yang sudah diperolehnya.
Menurut Nugroho, wanita, baik tua maupun muda, umumnya butuh perangsangan berkualitas untuk bisa mencapai fase puncak atau orgasme. Namun, tidak setiap rangsangan berkualitas bisa segera mengantar wanita yang bersangkutan menuju fase puncak. Soalnya, cepat atau tidaknya wanita mengalami orgasme dipengaruhi banyak faktor luar, di antaranya faktor psikologis.
Wanita yang mendapat pengalaman seksual yang baik atau menyenangkan, besar kemungkinan akan lebih mudah mencapai fase puncak. Sebaliknya, mereka yang sering mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan bisa dipastikan prosesnya menuju orgasme akan lebih lambat. Ini berarti proses perangsangan jadi lebih sulit, meski suami boleh jadi sudah melakukan jurus pemanasan atau foreplay yang canggih. Toh, meski lebih lambat, bukan berarti mustahil bagi istri mencapai puncak kepuasaan secara bersama dengan suami tercinta. Terlebih bila kedua belah pihak sudah siap memberikan rangsangan lebih dulu lewat berbagai cumbu rayu.
Di usia yang lebih tua, yakni sekitar 40 tahunan, biasanya laki-laki butuh waktu yang lebih lama untuk sampai ke fase puncak. "Bila sebelumnya memandangi tubuh istri saja dia sudah bisa terangsang, kini belum tentu. Ia perlu perangsangan lebih banyak dan lebih intensif agar dapat terangsang dan mendekati fase puncak," ungkap androlog yang juga berpraktek di Klinik Grasia, Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini.
Tak heran bila banyak istri mempertanyakan, kenapa dulu suami mudah terangsang, sedangkan sekarang tidak. Menurut Nugroho, memang sudah demikian prosesnya.
BELAJAR MENAHAN DIRI
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR