Begitu juga dengan orangtua, saat ibu atau ayah kehabisan akal mengatasi anak seperti itu, jangan pernah memukul anak. Pemukulan bukanlah solusi. Selain bisa merusak anak secara fisik itu juga bisa merusak mentalnya. Belum lagi harga dirinya tercoreng atau anak mengalami trauma jika pemukulan itu dilakukan di depan orang banyak.
Buat Aturan
Sebelum bepergian, buatlah kesepakatan dengan anak, apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan di tempat tujuan. Misalnya, Anda ingin mengajak anak ke supermarket untuk belanja bulanan. Jangan sungkan menyebutkan list belanja kepada anak. Tanyakan kepada anak, apakah ada kebutuhannya yang masih kurang. Jangan lupa buat perjanjian berapa lama Anda semua akan menghabiskan waktu di supermarket itu. Supaya anak tak bermain terlalu lama di sana.
Setelah membuat aturan, buat juga kesepakatan jika di antara orangtua dan anak ada yang mengingkari peraturan itu. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah dan menutup peluang anak meminta hal yang lain kepada Anda. Jika di awal Si Ibu sudah mengatakan "tidak", sebaiknya ibu konsisten dengan sikap itu. Jangan sekali-kali mengikuti kehendak anak karena tidak tahan melihat ia menangis. Kalau Anda melakukan ini, Anda akan "kalah" selamanya darinya.
Selesaikan dengan Damai
Saat anak selesai menangis, dekatilah ia dan duduk di sampingnya. Jika memungkinkan, minta anak untuk datang kepada Anda. Perlahan-lahan diskusikan apa yang sudah terjadi. Apa alasan anak menangis, mengapa ibu atau ayah tidak bisa menuruti kemauan anak, mengapa anak tidak mau mengerti, menjelaskan kalau ia tidak seharusnya bersikap destruktif, apakah suatu saat ibu/ayah akan mengabulkan permintaannya (besok, dua minggu lagi, atau bulan depan), dan lain-lain.
Jelaskan juga kepadanya, dampak negatif dari kemarahannya. Seperti, tubuhnya menjadi letih karena menangis dan berteriak, ia dan orangtua menjadi malu (terhadap publik), dan Anda juga bisa menyisipkan pesan kerohanian, "Coba kamu ingat-ingat lagi, ketika sedang menangis dan marah pasti kamu berkata-kata dan berpikir yang tidak baik, kan. Padahal Tuhan tidak suka dengan pikiran yang buruk."
Ketika anak mampu mengendalikan sikapnya dan jujur dengan apa yang dirasakannya, puji dia. Katakan kepadanya, kalau apa yang dia lakukan adalah hal yang benar. "Ibu senang kamu sudah tidak menangis dan marah-marah lagi. Itu tandanya kamu sudah semakin besar." Setelah itu, jangan sungkan untuk meminta maaf kepada anak. Misalnya, "Ibu juga minta maaf, ya, karena tidak bisa membelikanmu mainan itu sekarang. Kamu bisa mengerti, kan?"
Ester Sondang/dari Berbagai Sumber
KOMENTAR