Menurut Reynitta Poerwito, M.Psi. dari Eka Hospital, BSD City, Tangerang, faktor pertama yang menyebabkan anak "genit" berhubungan dengan karakter anak. "Dari karakter ini, salah satunya bisa terpancar melalui perilaku terhadap lawan jenisnya. Khususnya, pada anak yang seusia," jelas Reynitta. Ada juga karakter introvert atau ekstrovert. Anak ekstrovert lebih mudah berkomunikasi, rasa ingin tahu tinggi, kebutuhan interaksi dengan sesamanya lebih tinggi dibanding anak yang introvert. Sehingga anak juga mudah "dekat" dengan lawan jenisnya, entah itu teman sebaya atau yang berusia jauh lebih tua.
Terbawa Respon
Faktor kedua berhubungan dengan faktor pola asuh dan lingkungan. Dalam hal pola asuh, maka ada yang disebut reward and punishment. "Mungkin saja ketika anak "ngecengin" teman perempuan sebayanya atau tantenya, orang-orang di sekitarnya memberi respon positif," jelas Reynitta. Misalnya berkomentar, "Lucu banget, kecil-kecil sudah tahu cewek cantik." Respon ini ditangkap anak bahwa lingkungannya memberinya reward. "Oh, kalau aku menggandeng teman perempuanku, orang-orang suka dan akan tertawa senang." Ini merupakan positive reinforcement buat anak.
Pada anak-anak yang hobi "ngecengin" wanita dewasa, penjelasannya pun sebetulnya tidak berbeda. Jika sejak kecil anak memang tidak di-reinforce untuk berperilaku seperti itu, bisa jadi ini memang karakter anak. Mudah bergaul, misalnya. "Anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi mempunyai karakter sendiri. Misalnya suka melihat yang indah. Apalagi, jika wanita dewasa yang "diincar" anak ternyata juga lebih interaktif terhadap Si Kecil," jelas Reynitta.
Dari Meniru
Hobi "ngecengin" juga bisa karena anak meniru yang merupakan salah satu gaya belajar batita yang sangat ampuh. Misalnya, melihat om-nya pacaran. Bisa juga karena "diajarin", entah oleh orangtua atau orang dekat. "Bisa saja, orangtuanya memang senang melihat anaknya jago berinteraksi, apalagi dengan lawan jenis. Lucu, kan, kalau kita melihat tiba-tiba Si Kecil mencium pipi Tante atau teman wanitanya. Jadi, tergantung orangtua dan lingkungan di sekitarnya," lanjut Reynitta.
Awasi Setiap Saat
Usia batita memang merupakan masa yang sangat tepat bagi anak untuk belajar. Jadi, orangtua tak perlu khawatir jika buah hatinya punya hobi "ngecengin" teman lawan jenisnya. Yang penting, kegiatan itu tidak merugikan anak atau orangtua. "Kalau cuma memeluk atau menggandeng teman lawan jenisnya, enggak apa-apa. Ini berarti anak punya sisi sensitivitas yang lebih besar," ujar Reynitta.
Yang tidak dianjurkan justru membatasi interaksi anak. "Orangtua harus meng-encourage anak supaya bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungannya. Pada kasus tertentu, ini juga bisa membantu. Misalnya, pada batita yang belum bisa bicara. Interaksi dan komunikasi bisa merangsang anak untuk bicara lebih cepat," ujar Reynitta.
Yang penting, orangtua harus tetap mengobservasi. Orangtua harus tahu, mana yang boleh dan mana yang harus distop. Yang juga penting, setiap orangtua mempunyai nilai-nilai yang berbeda. Ada orangtua yang membatasi pergaulan anak perempuannya dengan teman laki-laki, tapi ada juga keluarga yang membiarkan Si Kecil bergaul dengan siapa saja. "Meskipun nilainya berbeda, observasi harus tetap jalan. Karena kalau sudah mengarah ke hal-hal yang menyimpang, orangtua harus mencegah," jelas Reynitta.
Orangtua juga harus tahu, siapa orang dewasa yang sering diajak berinteraksi oleh anak, bahkan jika orang itu adalah saudara atau keluarga. "Tetap harus diawasi. Karena, apapun itu, batita adalah masa seorang anak menyerap informasi sebanyak-banyaknya. Anak tidak bisa memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Anak belum mengenal norma. Ini tanggung jawab orangtua," lanjutnya.
KOMENTAR