Memengaruhi Janin
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, hipotiroid juga bisa terjadi sementara waktu pada wanita hamil. Kelainan hipotiroid memang lebih banyak terjadi pada wanita dengan perbandingan 5 - 7 kali lebih banyak daripada pria dan diperkirakan sekitar 2,5% wanita hamil mengalaminya.
"Maka sebetulnya bisa berpengaruh pada janin di masa kehamilan karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, termasuk otak janin," jelas Rudi. Ia juga memaparkan, protein memang lebih banyak diproduksi saat wanita sedang berbadan dua. Tujuannya, mengikat hormon tiroid yang dilepas. "Sehingga terjadi suatu gandengan antara protein dan hormon lalu hormonnya tidak aktif. Sehingga seolah-olah terjadi hipotiroid," urainya.
Di lain sisi, jika ibu hamil ternyata kekurangan hormon tiroid, janin berisiko mengalami keterbelakangan mental dan cacat fisik. Oleh karena itu, penting bagi wanita usia produktif untuk mengetahui apakah ia mengidap hipotiroid atau tidak. "Tidak seperti hipertiroid yang gejalanya nyata, hipotiroid seringkali tidak disadari oleh pasien."
Tiga Cara Pengobatan
Saat memeriksakan diri, biasanya dokter melakukan wawancara. Pemeriksaan leher juga dilakukan dan bila dicurigai ada tiroid, dilakukan pemeriksaan kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dan kadar hormon tiroksin di laboratorium.
Nah, terdapat tiga cara untuk mengatasi kelainan hormon tiroid. "Pertama, obat antitiroid yang menurunkan atau menghambat fungsi tiroidnya sehingga kadar hormon turun," ujar Prof. Dr. dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN. Obat ini bekerja dalam jangka panjang. "Pasien harus disiplin dan kalau sudah normal, jangan hentikan obat tapi disesuaikan dosisnya oleh dokter."
Tapi, obat memiliki tingkat kesembuhan yang rendah. Menurut Ketua Panitia Kongres AOTA ini, "Hanya 50 persen pasien betul-betul sembuh. Yang lainnya, kumat. Sehingga pemakaian obat ini bisa sampai 5 - 6 tahun. Tapi, risikonya kecil misalnya alergi," paparnya.
Cara kedua, yodium radioaktif yang menutup "pabrik" hormon tiroid. "Suatu saat, produksinya menjadi nol." Kira-kira 1 - 3 tahun kemudian, pasien pun akan mengalami kekurangan hormon tiroid. "Dokter lalu memberikan hormon tiroid sebagai pengganti karena kelenjar tiroidnya sudah tidak berfungsi," jelas Johan. Alhasil, Si Pasien harus minum obat ini setiap hari layaknya mengonsumsi vitamin. Sebagai catatan, "Jika wanita, pasien tidak boleh hamil dan jika pria, pasien tidak boleh menghamili dulu," ucapnya.
Nah, dosis tiap bulan dan antar penderita gangguan tiroid ini berbeda-beda. "Dosisnya bisa bertambah atau berkurang maka pasien harus rutin cek ke dokter," tegas Johan. Cara ketiga, operasi yang dilakukan jika kelenjar tiroid sangat besar. "Kelenjar tiroid dengan fungsi terlalu tinggi dinormalkan dulu, baru kita operasi," pungkas Johan.
Intinya, menurut Johan, dokter umum juga bisa mengecek gangguan ini. "Selama ia memiliki pengetahuan umum tentang tiroid, ya tidak apa-apa." Namun, Johan menegaskan pengobatan gangguan ini memerlukan pengawasan dan kedisiplinan. "Kalau obatnya dibuang, pasti terjadi lagi. Apalagi awalnya, gejalanya tidak khas dan samar. Jadi, ceklah ke lab untuk memisahkan gejala," pungkas Johan.
Kebutuhan Garam
Berapa banyak garam yodium yang dibutuhkan dalam sehari? Simak rekomendasi dari WHO berikut ini:
? 90 µg anak usia 0 - 59 bulan.
? 120 µg anak usia 6 - 12 tahun.
? 150 µg dewasa di atas 12 tahun.
? 200 µg wanita hamil dan menyusui.
Kretin
Bayi yang kekurangan hormon tiroid akan mengalami kretinisme atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta keterbelakangan mental. Gejalanya adalah bayi jarang menangis, tidak sering buang air besar, dan kesulitan minum ASI. Akan tetapi, jika ditangain lebih awal dan diobati dengan tepat, kondisi ibu dan janin bisa sehat. Sebaliknya, terlambat atau bahkan tidak diobati bisa juga mengakibatkan ibu mengalami gagal jantung, kematian janin, hingga kelahiran prematur.
Astrid Isnawati
KOMENTAR