Tidur merupakan bentuk kehilangan kesadaran yang teratur, bersifat reversible (bolak-balik), dan biasanya ditandai beberapa keadaan. Di antaranya, mencari posisi yang enak untuk beristirahat atau berbaring, tidak mampu menerima dan merespons keadaan di sekelilingnya, mata tertutup, serta pergerakan yang minimal.
"Tidur menghabiskan sepertiga dari seluruh kehidupan kita (sekitar 3000 jam/tahun, Red.) dan sangat penting bagi kesehatan fisik dan mental," kata Dr. Lanny S. Tanudjaja yang ditemui di seminar bertema "Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan Komplikasinya" di RS Premier Bintaro, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tidur sendiri memiliki banyak fungsi. Antara lain, memperbaiki tubuh, mengatur memori, mempertahankan fungsi imunitas badan, mengembalikan tenaga yang hilang, serta melindungi perilaku seseorang. Orang yang kurang tidur biasanya lebih labil emosinya dan tidak fokus pada pekerjaan. Pasalnya, mereka tidak punya waktu untuk mengembalikan semua energi yang dikeluarkan selama sehari penuh.
Rata-Rata 8 Jam
Dokter dari Sleep Clinic RS Premier Bintaro ini melanjutkan, tidur dibagi menjadi dua fase utama, yakni fase Non-REM yang meliputi fase N1, N2, dan N3, serta fase REM. Fase N1 merupakan fase peralihan dari bangun ke tidur dan meliputi sekitar 5 persen dari total waktu tidur. Fase N2 adalah fase ketika kita mengatur semua memori dan meliputi sekitar 50 persen dari total waktu tidur.
Fase N3 dianggap sebagai "tidur dalam" atau fase pemulihan yang meliputi sekitar 20 - 25 persen dari total watu tidur. "Sementara fase REM meliputi 20 - 25 persen dari total waktu tidur atau dikenal sebagai paradoxical sleep," lanjut Lanny.
Pola tidur normal atau jumlah tidur pada tiap orang bervariasi. Tapi, rata-rata orang dewasa membutuhkan waktu tidur sekitar 6 - 8 jam. Sedangkan anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan waktu lebih lama yaitu sekitar 10 jam.
Napas Berhenti
Salah satu gangguan tidur yang kerap menjadi masalah adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau henti napas saat tidur. "OSA adalah kolapsnya jalan napas disertai penurunan level oksigen dan peningkatan tekanan darah saat tidur," jelas DR. dr. Dini Widiarni, Sp.THT.
Gejala OSA yang kerap dikeluhkan penderita antara lain mengantuk dan lelah di siang hari, mengantuk saat menyetir, tidak bisa berkonsentrasi, hilang memori, sakit kepala di pagi hari, gangguan emosi, serta sering tersedak saat tidur di malam hari. "Penderita juga sering terbangun dari tidur dalam kondisi kaget, kemudian berdiri, duduk dan kembali tidur, atau tidur lagi dengan bantal atau guling," lanjutnya.
OSA bisa terjadi karena adanya pembengkakan di beberapa organ dalam mulut dan tenggorokan, seperti pembengkakan tonsil dan uvula. "Ukuran lidah yang terlalu besar juga bisa menjadi penyebab OSA," kata Dini. Risiko OSA meningkat pada orang dengan obesitas dan usia lanjut. Kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi obat penenang dalam waktu lama juga bisa memperburuk OSA.
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR