Meski kita tahu maksudnya, tapi tak urung bikin kesal juga. Ia harus diajarkan omong terus-terang agar tak kebablasan jadi pengalah terus-menerus.
"Ma, ini apa? Ini permen, ya, Ma? Bener, kan, Ma, ini permen?" tanya si kecil padahal ia tahu kalau benda yang dipegangnya itu memang permen.
Ulah si prasekolah memang ada-ada saja. Ia sebenarnya menginginkan permen itu tapi caranya meminta itu, lo, yang tersamar alias enggak terus-terang. Menurut Ike R. Sugianto, Psi, perilaku si kecil yang demikian disebabkan temperamennya tertutup. "Pada diri anak, kan, ada yang temperamennya terbuka dan ada pula yang sulit terbuka atau cenderung tertutup. Pada anak yang pribadinya terbuka, ia akan berani mengungkapkan keinginannya atau pendapatnya secara to the point atau berterus terang."
Pada anak yang tertutup, lanjut psikolog dari Klinik Anakku ini, ia takkan bisa to the point menyampaikan keinginannya kepada orang lain, termasuk orang tuanya. Hingga, sewaktu ia ingin sesuatu, entah makanan atau benda apa saja, ia akan memintanya dengan cara menyamarkan. "Bukannya ia tak tahu bahwa benda tersebut permen ataupun butuh penegasan, melainkan ia berharap, entah orang tua atau orang lain yang dekat dengannya, mengerti maksudnya dan memberikan kepadanya apa yang diinginkannya." Bukankah sebetulnya ia ingin mengatakan, "Ma, boleh enggak aku makan permen ini?" atau, "Aku minta permen ini."
PERNAH DITOLAK
Bisa juga si kecil berperilaku demikian karena ada latar belakang atau peristiwa tak mengenakan yang pernah ia alami. "Mungkin pada waktu lalu ia pernah meminta permen atau es krim pada ibunya dengan berterus terang, tapi saat itu ibunya malah mengomel dan marah-marah, misal," jelas psikolog di Pusat Bimbingan & Konsultasi Psikologi Universitas, Tarumanagara Jakarta ini.
Nah, karena telah mendapatkan pengalaman yang tak mengenakkan seperti itu, ditambah tak ada alasan kenapa ia tak boleh makan es krim, bisa dipastikan ia akan enggan untuk berterus-terang lagi, "Kok, gitu, sih, padahal aku, kan, hanya minta," misal. Hingga kala ia menginginkan es krim lagi, ia takkan langsung mengatakan atau menyampaikan maksudnya, melainkan berputar-putar dulu atau melakukan trik tertentu. Diharapkan, maksudnya itu bisa kesampaian. "Dengan cara ini anak akan merasa tenang atau aman, sekalipun ia tak diberi apa yang ia inginkan." Bahkan, kalau akhirnya ia kena semprot gara-gara permintaannya itu, ia bisa beralasan, "Aku, kan, cuma tanya itu apa, enggak minta, kok," misal.
Bukan berarti anak yang selalu permintaannya ditolak akan mendorong melakukan permintaan tersamar, lo. Terutama jika orang tua memberi penjelasan alasan permintaannya ditolak sesuai pemahaman si anak. Misal, "Bukan Bunda melarang kamu makan es krim, tapi sekarang ini, kan, kamu baru sembuh dari sakit. Bagaimana kalau nanti setelah makan es krim, kamu sakit lagi? Nggak enak, kan, sakit?" Namun bila orang tua mencla-mencle atau tak konsisten, memungkinkan anak melakukan permintaan tersamar. Sebab, anak akan berpikir, "Kok, kemarin Bunda ngasih, sekarang enggak boleh. Gimana, sih?"
Faktor lain, bisa terjadi permintaan tersamar itu hanya sebagai ajang coba-coba pada orang tua. Hal ini pun terjadi karena sebelumnya permintaan serupa pernah ditolak orang tuanya. Hingga, dengan cara atau trik seperti ini si anak berharap maksudnya bisa tercapai, "ia berharap orang tua lupa atau terkecoh. 'Mudah-mudahan dengan cara ini akan berhasil, ah.' Jadi, anak memang sengaja atau 'merencanakan' berbuat tersebut demi pencapaian maksudnya."
Jangan lupa pula, orang tua pun kerap jadi contoh bagi anak. Misal, tanpa disadari, jika ibu menginginkan sesuatu dan meminta pada ayah, dengan cara, "Yah, mobil kita, kok, sering ngadat, sih. Padahal kemarin baru diservis, lo, malah servisnya di dealer resmi," misal. Nah, jika hal ini terekam oleh anak, ia akan punya ide baru. "Oh, jika aku ingin sesuatu, aku harus melakukan hal seperti itu. Buktinya, kemarin Bunda dibelikan mobil baru oleh Ayah," misal. Jadi, bilang Ike, orang tua yang melakukan permintaan tersamar akan memicu anak melakukan hal yang sama. "Sebab, bagaimanapun, modelling itu yang paling mengena pada anak."
Namun bisa jadi juga, anak bertanya seperti itu bukan lantaran hendak meminta, tapi karena memang ia tak tahu atau mungkin anak tengah bereksplorasi untuk lebih mengetahui secara mendetail akan hal tesebut. "Bunda, itu tukang es krim, ya? Kok, si Abang menjual pakai memutar lagu-lagu segala," misal. Jadi, karena dorongan rasa ingin tahunya kenapa penjual es krim tak seperti si Abang penjual sayur yang selalu teriak-teriak dalam menjajakan dagangannya.
SELALU MENGALAH
KOMENTAR