Seks edukasi meliputi pengenalan alat kontrasepsi, perbedaan fungsi alat reproduksi laki-laki dan perempuan, perbedaan tanggung jawab terhadap alat kelamin masing-masing. Mulai menjaga kebersihan dan kesehatan alat kelamin, menjaga batas yang boleh terlihat dan tidak, menghitung siklus reproduksi, hingga bagaimana bersikap sesuai gender yang terbaik dan sebagainya. Anak juga wajib diberi informasi mengenali reaksi-reaksi tubuh seperti saat PMS, maupun mendapat mimpi basah (bagi anak laki-laki).
Semua aktivitas seks edukasi ini sebaiknya diberikan orang dewasa dengan gender yang sama agar anak lebih leluasa bertanya.
Apa yang harus dilakukan orangtua ketika anak jatuh cinta atau pacaran terlalu dini?
Jangan marah, itu yang pertama. Orangtua seharusnya menanyakan dahulu sejauh mana anak tahu tentang pacaran. Hindari sikap sok tahu atau menuduh, bersikap berseberangan apalagi menghakimi dan menganggap remeh perasaannya.
Apapun jawaban anak, dengarkan dahulu. Baru orangtua boleh memberikan pendapatnya dengan suasana komunikasi yang tetap harmonis. Anda boleh mengatakan, "Mama juga suka dan mau berteman kalau melihat cowok yang keren dan cerdas." Intinya, buatlah anak merasa diterima dahulu sehingga saluran komunikasi tetap terjaga dengan baik. Setelah anak merasa dekat dan bisa terbuka, baru orangtua bisa memberikan rambu-rambu pacaran yang baik. Kenalkan norma asusila, kegiatan seks, tanggung jawab dan sebagainya.
Bila perlu, biarkan anak mengeluarkan pandangannya terlebih dahulu mengenai kegiatan pacarannya, orangtua cukup meluruskan. Mencapai ini, kuncinya hanya komunikasi yang baik.
Mengapa anak-anak yang berangkat puber, terutama anak laki-laki, lebih sulit diatur dan menjauh dari orangtua?
Anak-anak pada fase tumbuh identitas (puber) memiliki kesadaran diri yang lebih berkembang, dan ini normal. Nah, ketika ia menolak perlakuan yang biasa diterima, jangan dulu salahkan mengapa anak berubah. Wajar ia bersikap demikian, mengingat anak juga akan mendapat reaksi atau pandangan sosial yang negatif dengan perlakuan yang tak sesuai usianya.
Jika merasa anak menjauh dan berubah ketika mulai remaja, introspeksi diri dahulu apakah orangtua sedang tak siap menerima perkembangan anak. Jangan menyalahkan anak yang lebih asyik dengan teman-teman seusianya. Ingat, waktu bisa saja secara lebih banyak dihabiskan bersama teman. Akan tetapi orangtua bisa membuat waktu bersama anak lebih berkualitas, dan ini yang membuat anak lebih dekat dengan orangtua.
Indikator anak memiliki kualitas hubungan yang baik adalah kenyamanan saat berada di tengah keluarga. Kalau baru duduk sebentar anak sudah tidak betah, berarti ada yang salah dan segera perbaiki pola komunikasi dan penerimaan Anda sebagai orangtua.
Dan, jangan memaksakan harus ada waktu khusus maupun waktu yang panjang untuk memiliki kualitas hubungan dengan anak. Meski sesaat anak bercerita pada orangtua, ini adalah bentuk indikator hubungan anak dengan orangtua yang baik.
Bagaimana menghadapi anak yang menjadi korban bullying?
KOMENTAR