Satu lagi permainan anak usia prasekolah yang sarat manfaat. Jadi, perlu didukung, ya, Bu-Pak.
Pernah, kan, melihat si kecil main di kolong meja atau nyemplung ke kardus besar dan berlama-lama di situ? Bahkan, tak jarang kita temukan selimut tidurnya menutupi sebagian kolong meja. Ia tampak asyik sekali bermain di situ "bersama" seperangkat mainannya, entah masak-masakan, boneka, maupun mobil-mobilan. Saking asyiknya, sampai-sampai kita pun "diusirnya" kala tiba-tiba nyelonong "bertamu" tanpa diundang.
Sebenarnya, tutur Rike W.Dhamayanti, Psi., permainan rumah-rumahan sudah digemari si kecil sejak usia 2 tahunan. "Hanya motivasi anak batita sekadar ingin bereksplorasi, sedangkan pada anak prasekolah, selain ingin memenuhi rasa ingin tahunya yang besar, juga untuk pengekspresian diri, karena secara alamiah anak ingin merasakan kebebasan dan kemandirian. Bukankah di dalam 'rumah'nya dia bisa melamun, marah, main masak-masakan, perang-perangan atau hal lainnya? Jadi, 'di sini aku bisa berbuat apa saja sesukaku karena ini adalah rumahku.' Juga, yang biasanya ia selalu diganggu dan diatur oleh orang lain, di 'rumah'nya tak akan ada yang mengganggunya lagi."
Jadi, dengan main rumah-rumahan, si kecil sebenarnya ingin membuat batasan antara dirinya dengan dunia luar, hingga ia merasa punya kekuasaan dan kebebasan untuk melakukan apa saja yang disuka tanpa ada campur tangan orang lain. "Makanya, ia selalu marah jika ada orang lain yang langsung nyelonong masuk ke 'rumah'nya tanpa seijinnya," lanjut Uke, sapaan akrab psikolog pada Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini.
MENYENDIRI
Tak hanya itu, dengan main rumah-rumahan, si kecil juga ingin merasakan bagaimana, sih, berada di dunia orang lain. Di sini ia mengasosiasikan rumah sebagai markas besar. Ia pun bisa tahu bagaimana rasanya jadi orang lain. "Bukankah di 'rumah'nya ia bisa bebas mengeskpresikan perasaan sebagai seorang tokoh yang ia perankan dalam permainan tersebut?" ujar Uke.
Apalagi, lanjutnya, umumnya anak akan malu jika harus mengekspresikan diri di depan orang banyak. Nah, dengan ada batasan rumah-rumahan ini, ia takkan malu lagi. Coba, deh, perhatikan, ketika sedang bermain, si kecil sering menempatkan diri sebagai orang dewasa, entah ibu, guru, polisi, atau siapa saja. Bila tiba-tiba kita lihat, ia pasti risi dan terganggu, hingga kegiatannya itu pun dihentikan. Lain jika ia bermain dalam dunianya sendiri, di situ tak ada lagi yang melihat atau memperhatikan. Ia jadi puas karena semua yang ingin dilakukannya bisa terlaksana dengan lancar tanpa ada gangguan dari pihak luar.
Lagi pula, mungkin saja si kecil main rumah-rumahan karena ingin menyendiri, semisal untuk berlatih sesuatu yang tak ingin diketahui orang lain, entah berlatih tutur atau lainnya. Bila demikian, saran Uke, "Biarkan saja." Namun bila ia menyendiri lantaran suatu persoalan, sedang marah atau minder, misal, justru kita harus membantu meringankan beban itu. Caranya, tentu dengan mengajaknya berkomunikasi, "Nak, kamu kenapa, kok, cemberut terus? Marah sama Bunda, ya, atau lagi kesel?", misal.
Bila kita bertanya baik-baik, biasanya si kecil akan merespon, kok. Dari sini kita bisa peroleh keterangan kenapa ia berbuat demikian, lalu beri pengarahan agar ia bisa ceria kembali. Misal, "Oke, Bunda salah. Kakak mau, kan, memaafkan Bunda? Bunda janji, deh, enggak akan ingkar lagi. Orang pemaaf itu disayang Tuhan, lo."
LIMA MANFAAT
Ternyata, main rumah-rumahan banyak manfaatnya, lo, buat si kecil, yaitu:
1. Belajar mengendalikan diri atau emosi.
KOMENTAR