Luka di bagian tubuh memang tak bisa dihindari. Begitu pula bekas luka berupa parut yang terbilang mengganggu penampilan dan menurunkan rasa percaya diri. Namun disamping aspek estetis dan psikologis, ternyata sisi medis pun terpengaruhi. Pasalnya, luka dapat memengaruhi fungsi dan gerakan motorik penderita.
Meski demikian, Prof.Massimo Signorini, MD, PhD., dari Niguarda Hospital Milan, Itali, mengemukakan bahwa bekas luka bukanlah musuh. "Dampak lanjutannya yang dapat menyebabkan bekas berupa parut. Namun yang penting adalah bagaimana 'mengatur' dan 'mengawal' luka agar menjadi halus, tipis, tidak gatal, dan tidak berubah warna," paparnya ketika ditemui di acara Jakarta Annual Surgical Symposia bertema "Manajemen Bekas Luka dengan Dermatix" beberapa waktu lalu.
Penyebab Parut
Kulit memiliki dua lapisan, lapisan teratas adalah permukaan epidermis atau kulit ari yang lebih tipis. Sedangkan lapisan kedua adalah lapisan dermis atau kulit jangat.
"Kulit bagian luar ada keratin yang membuatnya tidak mudah sobek maupun berdarah ketika ada gesekan. Sementara jika luka mengenai lapisan kulit jangat, dapat meninggalkan bekas luka atau disebut sebagai parut," ujar Dr. Teddy O.H Prasetyo Sp.BP., Konsulen Bedah Plastik di Departemen Bedah RSCM yang ditemui di kesempatan yang sama.
Selain dilihat dari penyebabnya, beberapa faktor juga bisa meningkatkan risiko terjadinya parut pada luka:
1. Apabila luka bersebelahan: Area di antara luka kanan dan kiri menjadi tegang dan tarik-menarik.
2. Apabila cedera berulang di tempat yang sama: Misalnya ada luka di daerah siku dan luka terus digerakkan, maka akan ada gesekan yang mengakibatkan trauma di anggota badan tersebut.
3. Faktor keturunan: Apabila orangtua memiliki keloid atau mudah terkena parut, keturunannya cenderung memiliki risiko yang sama.
4. Apabila kulit yang terkena luka kurang kelembapannya.
Proses Pematangan
KOMENTAR